Kamis 25 Aug 2016 09:00 WIB

Repatriasi Dana dan Tantangan Bagi UMKM

Red: M Akbar
William Henley
Foto:

Namun, secara logika sederhana saja, bayangan tersebut perlu segera dihapus. Pemilik dana tentu akan memasukkan dananya ke Indonesia jika ada jaminan stabilitas ekonomi, kepastian mendapat untung baik dalam jangka maupun jangka panjang.

Kalau pemerintah mematok hold period atau masa menetap dana selama 3 tahun, maka para pemilik dana itu pun butuh kepastian bahwa dana tersebut akan beranak-pinak dalam tiga tahun, tidak hanya menjadi dana idle yang sama kejadiannya jika dana tersebut disimpan di bawah bantal.

Karena itu, pilihan untuk menginvestasikan dana di dalam negeri melalui belanja berbagai obligasi atau masuk ke pasar modal akan lebih rasional dilakukan daripada dana itu disuntikkan ke usaha dengan atraktivitas keuntungan kurang mengkilat.

Hakikat untuk menciptakan keuntungan dari penempatan dana di dalam negeri baik secara jangka pendek maupun jangka panjang itulah yang menjadi alasan bahwa repatriasi dana tidak untuk membiayai secara langsung bisnis sektor UMKM.

Betapa pun, para repatrian itu dalam jangka pendek akan memilih instrumen yang memungkinkan mereka segera mendapat untung atau jika stabilitas Indonesa tiba-tiba terganggu mereka dapat mengeluarkan dana repatriasi itu dari dalam negeri untuk kembali diparkir di luar negeri. Dengan dua ilustrasi itu saja menjadi gamblang betapa repatriasi dana bukanlah awal pesta bagi sektor UMKM.

Meski demikian, terdapat peluang tidak langsung bagi UMKM untuk mendapatkan manfaat dari aliran masuk dana repatriasi dan inilah yang menjadi tantangannya. Investasi akan mensyaratkan kemungkinan keuntungan sebagai faktor penimbang utama. Oleh karena itu, UMKM harus bergerak menciptakan atraktivitas agar dilirik para repatrian pemilik uang.

UMKM bukannya harus bersolek, melainkan mesti berkeringat agar bisa memanfaatkan dana repatriasi yang masuk ke sektor perbankan. Kinerja UMKM yang mencorong niscaya, dan ini yang kerap terjadi, akan membuat perbankan merasa pantas menyambangi dengan tawaran kredit. Kalangan UMKM tak boleh terlalu berharap bahwa bank akan mengalokasikan seperkian persen dana yang mereka kumpulkan dari repatriasi untuk disalurkan sebagai kredit umkm.

Kalau pun ada beleid khusus dari pemerintah, agar bank mengalokasikan sebagai dana yang mereka kumpulkan dari repatriasi untuk kredit UMKM, maka perlu disadari bahwa bank akan menghitung faktor risiko dan perbandingan keuntungan saat dana itu disalurkan untuk pembiayaan infrastruktur dari pada kredit UMKM.

Walau demikian, harapan adanya manfaat dana repatriasi bagi UMKM bukannya tertutup sama sekali.

Ketika dana repatriasi mampu mendongkrak sektor riil, maka UMKM bisa berharap terjadi peningkatan daya beli masyarakat. Ketika itu terjadi, itulah masa di mana UMKM bisa memetik manfaat atas masuknya dana repatriasi di dalam negeri.

Di sisi lain, setelah sektor riil misalnya infrastruktur semakin baik dan biaya yang dibutuhkan untuk memasarkan produk ke luar negeri (ekspor) lebih kompetitif dibanding produk sejenis dari negara lain, maka disitulah repatriasi dana terasa manfaatnya bagi UMKM.

Kini semua berpulang kepada para pelaku UMKM, memilih untuk meratapi dana triliun yang tak bisa diraih atau menyiapkan diri dengan menciptakan produk atau layanan yang akan memberikan daya tarik dan bisa menghasilkan pendapatan termasuk dari dana repatriasi yang dikirim masuk ke Indonesia setelah lama diparkir di negeri orang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement