Selasa 23 Aug 2016 20:43 WIB

'Menkumham Jangan Sia-siakan Usaha Maksimal Pemberantasan Korupsi'

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Bayu Hermawan
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (kanan)
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwatta meminta Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) tidak mudah memberikan remisi (potongan masa hukuman) bagi para koruptor. Sebab hal tersebut sama saja menyianyiakan usaha maksimal aparat penegak hukum.

Alex menilai dalam konteks proses hukum KPK sendiri pasti menuntut untuk seorang tersangka korupsi mendapatkan hukuman seberat beratnya atas apa yang sudah mereka lakukan dalam merugikan negara. Ia menilai ketika tiba tiba diberikan pengampunan tak akan membuat efek jera.

"Kita tidak setuju ya. Kita sudah berusaha semaksimal mungkin. Tiba-tiba diberikan pengurangan ampunan. Jangan dikurangi lah," ujarnya saat ditemui di Hotel Grand Sahid Jaya, Selasa (23/8).

Alex mengatakan wacana revisi tersebut akan mendapatkan respon negative dari masyarakat. Publik menurut Alex juga pasti tak akan terima jika para koruptor bisa dihukum ringan.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly sempat mengeluarkan rencana untuk penghapusan Justice Collaborator dalam PP 99 Tahun 2012. Namun, Yasonna mengatakan hal tersebut tak serta merta memberikan ruang lebih untuk koruptor menghirup udara bebas.

Yasonna mengatakan rencana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, tak akan meringankan hukuman narapidana kasus korupsi. Revisi tersebut, kata Laoly, dilakukan untuk perbaikan sistem peradilan.

"Orang-orang mikirnya seolah-olah kita mau meringankan koruptor. Cara berpikirnya saya tak suka, seolah-olah mau bagi-bagi remisi," ujarnya di kantor Menkopolhukam, Senin (22/8).

Yasonna mengatakan rencana penghapusan aturan terkait Justice Collaborator (JC) dari PP 99, sudah sesuai sistem peradilan. Rencana ini sebelumnya dikritik oleh banyak pihak, salah satunya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement