Senin 22 Aug 2016 22:21 WIB

Ini Alasan Taksi Online Masih Ditolak di Bali

Petugas melakukan pengecekan saat uji uji kendaraan bermotor (KIR) Taksi berbasis aplikasi daring (online) di Pengelola Pengujian Kendaraan Bermotor, Pulo Gadung, Jakarta Timur, Senin (1/8).(Republika/Yasin Habibi)
Petugas melakukan pengecekan saat uji uji kendaraan bermotor (KIR) Taksi berbasis aplikasi daring (online) di Pengelola Pengujian Kendaraan Bermotor, Pulo Gadung, Jakarta Timur, Senin (1/8).(Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Penolakan terhadap taksi online masih terjadi di sejumlah daerah.  Usaha jasa transportasi ini dinilai belum memenuhi aturan yang berlaku baik ditingkat pusat maupun daerah.

Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan ada beberapa peraturan bagi taksi online. Di tingkat pusat, aturannya berpegang pada Peraturan Menteri Perhubungan No. 32 tahun 2016 tentang pengadaan angkutan umum. "Kalau di daerah mengacu kepada pergub yang mengatur angkutan umum," kata dia berdasarkan rilis yang diterima republika.co.id, Senin (22/8).

Djoko menilai pengusaha taksi online atau berbasis aplikasi sejatinya juga bergerak dalam bisnis penyediaan angkutan umum. Demi kesamaan asas perlakuan, taksi online  wajib mengikuti seluruh peraturan yang berlaku yang selama ini juga dikenakan kepada pengusaha taksi konvensional.

Menurut Djoko, aplikasi hanya alat untuk memudahkan konsumen mendapatkan taksi. Adapun keberadaan angkutan umum termasuk transportasi berbasis aplikasi tetap harus memenuhi aturan yang berlaku. "Ini untuk menjaga keselamatan masyarakat dan persaingan yang sehat," kata dia.

Menteri Perhubungan Budi Karya sudah minta taksi berbasis aplikasi untuk memenuhi aturan. Banyak armada taksi aplikasi ini  belum memenuhi uji kir atau kelayakan yang diwajibkan pemerintah sebagai syarat untuk mendapatkan ijin usaha. Penyedia jasa transportasi online juga belum membayar tagihan pajak yang ditetapkan pemerintah. 

Salah satu daerah yang melarang beroperasinya taksi berbasis aplikasi adalah Bali. Sampai saat ini Pemprov Bali kerap merazia  angkutan taksi berbasis aplikasi baik melalui kepolisian, Dinas Perhubungan, atau melalui operasi gabungan. Alasan Pemprov Bali karena taksi-taksi tersebut tidak mengantongi izin angkutan.

Pemprov Bali memberlakukan Surat Keputusan (SK) Gubernur Bali No.551/2783/ DPIK tanggal 26 Februari 2016 yang melarang operasional angkutan aplikasi online Taksi Uber, GrabCar dan GoCar di Bali.

"Kami tetap akan memberlakukan SK Gubernur itu," kata Kepala Dinas Perhubungan Ketut Artika. Penolakan terhadap beroperasinya taksi berbasis aplikasi dilaporkan juga terjadi di Surabaya, Yogyakarta, Makassar dan sejumlah kota lainnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement