REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama mengklarifikasi gugatannya soal uji materiil aturan cuti kampanye di Mahkamah Konstitusi, Senin (22/8). Ia menegaskan bahwa aturan cuti sebaiknya bersifat opsional.
Pria yang akrab disapa Ahok itu membantah kalau disebut tidak cuti kampanye berarti memanfaatkan fasilitas negera. Ia pun menuding ada media massa yang memelintir pernyataannya.
"Yang saya ajukan adalah 'kalau dia mau kampanye tidak boleh pakai fasilitas negara juga tidak boleh tidak cuti', itu yang saya ajukan. Jadi dulu orang menyangkal, media menulis 'seolah-olah saya ini mau pakai fasilitas negara untuk tetap kampanye, enggak," katanya usai sidang di MK.
Ia merasa aturan kewajiban cuti kampanye dalam UU Pilkada tahun 2016 terkesan memaksanya. Padahal ia ingin tetap menjalankan roda pemerintahan. Ia merasa tugasnya sebagai Gubernur selama 60 bulan telah diatur dalam konstitusi.
"Saya cuma mengatakan jangan dipaksakan dirampas hak cuti itu keterlaluan, bertentangan dengan UUD 45. Saya dipilih demokrasi untuk berapa lama? 60 bulan. Terus kenapa dipaksa (cuti) sampai empat bulan?" ujarnya.
Di sisi lain, ia menilai masih ada peluang pejawat di daerah lain menggunakan fasilitas negara saat berkampanye. Sehingga ia berharap hasil gugatannya nantinya bisa berlaku secara nasional jika dapat dibuktikan benar di mata konstitusi.
"Saya adalah orang yang sepakat bahwa ada kemungkinan di daerah lain, ini kan UU kan bukan cuma buat saya nih, ada kemungkinan pejawat bisa menyalahgunakan fasilitas negara, kalau dia kampanye," jelasnya.