Jumat 19 Aug 2016 16:25 WIB

Anak Tiri Itu Bernama Perawat (Catatan 71 Tahun Merawat Bangsa)

Red: M Akbar
Achir Fahruddin
Foto: facebook
Achir Fahruddin

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Achir Fahruddin (Perawat di Comprehensive Rehabilitation Centre Riyadh, Arab Saudi)

Beberapa bulan yang lalu, sejumlah tenaga kesehatan bergembira ria. Diraut wajah mereka tersirat harapan terhadap masa depan yang cerah. Impian untuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) tampaknya sudah kian dekat. Inilah upaya menjadi abdi di negeri sendiri yang akan segera terealisasi. Setidaknya, hal itu tercermin dengan dikeluarkannya Surat Edaran dari Kementerian Kesehatan perihal pengangkatan tenaga kontrak pusat atau Pegawai Tidak Tetap (PTT) menjadi ASN.

Surat itu pun sontak saja beredar ke semua provinsi, kota dan kabupaten. Lembaran kebijakan itu ternyata telah menjadi perhatian bersama para tenaga kesehatan Indonesia, khususnya mereka-mereka yang bekerja senyap, di lorong-lorong gelap yang ada di sudut-sudut pelosok negeri. Isi surat itu meminta supaya pemerintah daerah segera melakukan seleksi terhadap pegawai tidak tetap yang telah bekerja lebih dari 5 tahun. Meski memberi harapan namun surat itu sempat juga mengundang beragam reaksi hebat, terutama dari para tenaga kesehatan yang masuk ke dalam kategori tersebut.

Dalam diktum surat, ada niat dari pemerintah pusat untuk melakukan pengangkatan langsung para PTT sebagai ASN dengan melewati seleksi di daerah masing-masing. Informasi dan isi surat itu ternyata beredar dengan sangat cepat, terutama di media sosial yang berlangsung sangat massif. Penyebaran yang berlangsung cepat itu sesungguhnya hal wajar. Inilah angin segar yang sudah diberikan pemerintah. Bahkan, ada di antara mereka yang sudah menyimpan keinginan kuat menjadi ASN itu sejak bertahun-tahun lamanya.

Fenomena ini tentu saja memberikan efek luar biasa bagi tenaga kesehatan seperti dokter, dokter gigi dan bidan. Namun sejujurnya, ada hal yang sedikit melukai profesi lain di lingkup kehidupan profesional ini, yaitu perawat. Pertanyaan besar terucapa; mengapa pemerintah tidak memasukkan profesi perawat? Bukankah perawat juga menjadi bagian dari kolaborasi tenaga kesehatan lain? Pertanyaan seperti ini sudah berseliweran di kalangan bawah namun perawat rupanya memilih setia untuk terus bekerja tanpa ada suara apalagi bersikap keras di luar sana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement