REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menilai keputusan Presiden Joko Widodo memberhentikan dengan hormat Arcandra Tahar dari jabatan Menteri ESDM, sebagai langkah tepat.
"Presiden tidak punya pilihan lain kecuali memberhentikan pak Arcandra karena ini ada persoalan hukum yang terlanggar," ujarnya sebelum mengikuti Sidang Tahunan MPR di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (16/8).
Arcandra Tahar diberhentikan dari posisi Menteri ESDM pada Senin (15/8) malam, setelah diketahui berkewarganegaraan Amerika Serikat, negara tempatnya bermukim sejak 1996. Sementara, UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara mengatur bahwa menteri yang diangkat oleh Presiden harus berstatus WNI.
Terlepas dari siapa yang bersalah dalam persoalan ini, Arsul memandang bahwa kewarganegaran seseorang merupakan tanggung jawab pribadi yang sudah seharusnya dilaporkan kepada negara yang bersangkutan. "Yang kita sayangkan saya tidak tahu apakah pak Arcandra pernah menyampaikan kepada yang mengusulkan (dia sebagai menteri) bahwa dia sudah berubah kewarganegaraan," kata dia.
Menurut Arsul, kasus kewarganegaraan ganda Arcandra bisa menjadi pelajaran bagi Badan Intelijen Negara (BIN) untuk lebih cermat memeriksa latar belakang seseorang yang diusulkan menjadi pejabat pemerintah. "Ini juga jadi pelajaran buat presiden bahwa siapapun presidennya kalau dia mau mengangkat WNI yang sudah lama tinggal di luar negeri harus dilakukan pengecekan," tutur Arsul.