REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dari pengamatan Bank Indonesia, kini terjadi perpindahan pola transaksi masyarakat dari transaksi tunai ke nontunai. Melalui surat elektronik, Kepala Departemen Kebijakan dam Pengawasan Sistem Pembayaran BI Eni V Panggabean menjelaskan, BI melihat ada pergeseran dari transaksi tunai ke nontunai.
Secara year on year dari 2015 ke 2016, untuk alat pembayaran menggunakan kartu (APMK), volume transaksi naik 12,51 persen dan nominalnya meningkat 14,08 persen. Rata-rata volume transaksi harian pada 2015 mencapai 13.303.325 transaksi per hari dengan nilai Rp 14,19 triliun per hari dan meningkat menjadi 14.967.401 transaksi pada 2016 dengan nilai Rp 16,19 triliun per hari pada 2016.
Sementara uang elektronik, volumenya naik 15,8 persen dan nominalnya meningkat 24,9 persen dari 2015 ke 2016. Volume transaksi harian uang elektronik pada 2015 mencapai 1.467.341 transaksi dengan nilai Rp 14,47 triliun per hari dan pada 2016 volume transaksi meningkat menjadi 1.698.671 transaksi per hari dengan nilai Rp 18,07 triliun per hari.
''Perubahan yang terjadi sudah mencerminkan adanya perubahan pola pikir masyarakat untuk bertransaksi nontunai. Karena itu, kampanye dan sosialisasi akan terus ditingkatkan, termasuk untuk penyaluran bantuan pemerintah,'' ungkap Eni. (Baca juga: Serba Digital, Transaksi Bank Hingga Belanja Kini Cukup Pakai Ponsel)
Gerakan Nasional Non Tunai (GNTT) yang dicanangkan pada 14 Agustus 2014 lalu oleh Bank Indonesia bertujuan agar masyarakat menggunakan sistem dan instrumen pembayaran non tunai. Di sisi lain, BI juga mendorong industri tetap memerhatikan perlindungan konsumen. Dengan begitu, diharapkan masyarakat terbiasa dengan aneka transaksi nontunai yang sekaligus jadi tujuan utama GNNT.
Sementara layanan keuangan digital (LKD) merupakan pintu masuk masyarakat yang belum berbank untuk bisa terhubung dengan lembaga keuangan formal. Secara nasional, LKD jadi salah satu sarana pertumbuhan ekonomi inklusif.
Bagi pemerintah LKD menjadi pendukung aktivitas ekonomi pasar bagi masyarakat bawah, meningkatkan efisiensi ekonomi, sarana distribusi efisien aneka program pemerintah, mengurangi ketergantungan APBN, dan mengurangi kemiskinan. Bagi BI, LKD mengurangi biaya peredaran uang, meningkatkan pendalaman pasar, mendukung stabilitas sistem keuangan, meningkatkan efektivitas kebijakan moneter, dan mendukung GNNT.
Peta jalan LKD terdiri dari dua kebijakan, elektronifikasi dan keuangan inklusif. Uang elektronik merupakan instrumen awal transaksi nontunai dan media penyimpan uang. Pengenalan agen LKD diharapkan membuat transaksi masyarakat jadi lebih mudah.
Selanjutnya, pembentukan lingkungan nontunai dilakukan melalui transaksi nontunai pada lingkungan tertentu seperti moda transportasi, komunitas ibadah, dan institusi pendidikan. Ketika telah terbiasa menyimpan uang, masyarakat diharapkan berkeinginan memiliki rekening tabungan di perbankan. Dari sana, masyarakat terdorong menggunakan produk dan jasa keuangan lain. Edukasi LKD dan transaksi nontunai dilakukan melalui training for trainer (TOT) dan elektronifikasi bantuan sosial. Sosialisasi ini menyasar semua lapisan masyarakat.
Advertisement