Selasa 16 Aug 2016 04:55 WIB
Merdeka di Era Digital

Keluhan Konsumen Terus Datang, Regulasi E-Commerce Belum Kelar

Rep: Santi Sopia/ Red: Nur Aini
Merdeka di era digital, ilustrasi
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Merdeka di era digital, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Linda Frans (21 tahun) mengeluh karena warna baju yang dipesannya dari situs daring tidak sesuai gambar di internet. Ia merasa tertipu lantaran sang penjual tidak memperlihatkan produk aslinya.

“Jangan memasang foto dengan model orang Korea misalnya. Pasang model orang maupun produk aslinya dan jangan pakai efek kamera berlebihan sehingga membuat warna baju jadi berbeda dibanding aslinya,” ujar wanita yang bekerja di salah satu bank di Jakarta.

Hal itu bisa jadi hanya segelintir problematika yang dirasakan jutaan konsumen daring di Indonesia. Tak sedikit jenis penipuan lain yang dialami masyarakat. Meski begitu, Linda tetap menjadikan situs belanja online sebagai pilihannya berbelanja. Namun, kini ia lebih sering memilih layanan Cash On Delivery (COD) atau bayar di lokasi saat barang yang diantar kurir tiba di rumah.

Meski demikian, konsumen lainnya, Meidawati Rahayuningsih (25 tahun) tak menampik segudang kelebihan dan manfaat e-commerce. Wanita yang bekerja di perusahaan konsultan foto udara di Jakarta ini menyebut, e-commerce menawarkan aktivitas belanja yang efektif dan efisien. “Intinya, kita bisa memilih kapan dan di mana saja. Bayangkan kalau pergi ke pasar, memilih sambil jalan, capek. Sedangkan belanja daring, bisa belanja sambil tiduran, kerja di kantor,” tuturnya.

Tetapi, ekses negatif yang timbul dari e-commerce bukan hanya dirasakan konsumen, melainkan di tataran marketplace. Co-Founder Tiket.com, Gaery Undarsa, menanggapi adanya kemungkinan marketplace yang  tidak mementingkan keuntungan. Inilah yang menurutnya mengkhawatirkan karena bisa merusak industri.

Sumber keuntungan sebuah marketplace bisa berasal dari komisi penjualan atau margin (retail) dan layanan marketing. Masih banyak platform yang memberikan layanan gratis untuk merchant dan belum menjadi perusahaan profitable. Perusahaan mengandalkan dana dari pemodal terlebih dulu. “Mungkin bisa menjadi profitable sekitar empat tahun dari sekarang tapi seharusnya bisa lebih cepat,” kata Bayu Syerli Rachmat, Head of Marketing Bukalapak.

Para penyedia platform juga mengharapkan pemerintah dapat proporsional memberlakukan pajak seperti membebaskan pajak untuk e-commerce dalam dua tahun pertama, sanksi bagi e-commerce nonlokal ataupun pemberian insentif bagi start-up atau e-commerce baru.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement