Selasa 16 Aug 2016 04:44 WIB
Merdeka di Era Digital

Bisnis E-Commerce Meroket, Sampai Kapan Bisa Bertahan?

Rep: Santi Sopia/ Red: Nur Aini
Warga memilih barang menggunakan web aplikasi belanja online di Jakarta, Rabu (25/11).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Warga memilih barang menggunakan web aplikasi belanja online di Jakarta, Rabu (25/11).

REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bisnis dalam jaringan (daring) alias e-commerce bukan hal baru dalam industri perdagangan Tanah Air. Fenomena e-commerce mulai dikenal di Indonesia sejak kemunculan sanur.com sebagai situs penjualan produk buku secara daring atau online. Industri ini, kurang mendapat perhatian seiring terjadinya krisis moneter. Baru sekitar 1999, perdagangan daring mulai menggeliat, bahkan perkembangannya seolah tak terbendung sampai saat ini.

Kian meroketnya pertumbuhan e-commerce turut dirasakan Kusumo Martanto selaku CEO salah satu situs belanja terbesar Tanah Air, Blibli.com. Ia melihat, e-commerce secara keseluruhan sedang maju cepat dan para pemainnya cukup positif.

Ini berbanding terbalik dengan saat pertama kali Blibli.com didirikan pada 2011 yang masih kesulitan, baik dari segi mendapatkan merchant (toko/penjual) maupun partner layanan pengirimaan barang hingga pembayaran. Namun, Kusumo menilai bisnis daring menjanjikan. Di awal berdirinya, hanya ada 15 toko, kini ada total 12 ribu toko dengan satu jutaan kategori produk, belasan rekanan metode pengiriman, dan pembayaran.

“Itu semua menunjukkan, orang semakin paham mengenai potensi bisnis online, baik dari pandangan penjual maupun pembeli,” ujar Kusumo kepada Republika.co.id.

Dia memetakan, mengapa dan bagaimana industri e-commerce terus tumbuh, sehingga semakin menjadi sasaran empuk para pebisnis. Pertama, dikarenakan akses internet yang sudah lebih merata dan terjangkau. Itu tentunya memicu peningkatan pemakaian ponsel pintar. Ketiga, tumbuhnya kepercayaan konsumen.

Jika beberapa tahun lalu, orang masih takut-takut berbelanja daring, kini justru sebaliknya. Berbondong-bondong, baik kaum urban maupun dari berbagai daerah, banyak yang lebih memilih berbelanja daring.

Faktor-faktor inilah yang kemudian menciptakan fenomena baru, pemain  e-commerce semakin menjamur. Nilai-nilai positif  e-commerce kian dirasakan konsumen, semisal kenyamanan, kecepatan maupun kepuasan akan layanan maupun produk. Dengan semakin banyaknya merek besar maupun pengusaha lokal kreatif yang bermain, akhirnya konsumen juga melihat e-commerce bisa dipertanggungjawabkan. Manfaat  e-commerce semakin dirasa kentara, terutama bagi orang-orang yang berada di luar kota besar dan tadinya kesulitan mendapat akses produk bagus dan bermutu. Blibli.com, ujarnya, memberlakukan ongkos gratis ke seluruh Indonesia. (Baca juga: Jualan Tanpa Toko Tapi Omzet Naik 3 Kali Lipat, Begini Cara UMKM di Era Digital)

Di sisi lain, dengan jumlah e-commerce baru sekitar 1,5 persen dari total pasar di Indonesia saat ini, menunjukkan masih terbuka lebarnya kesempatan. Menurutnya, di negara lain, e-commerce sudah lebih maju, seperti di Cina yang sudah lebih dari 10 persen atau Amerika 8 persen. Diharapkan semua elemen bersinergi menjadikan ekosistem e-commerce ini tetap tumbuh subur.  Pemerintah, menurutnya, sudah suportif dan ia mengajak semua elemen terutama pemain untuk menjaga ekosistem e-commerce.

“Istilah kasarnya jangan bunuh-bunuhanlah sesama pemain. Ditambah pemberitaan juga harus suportif terhadap e-dagang, jangan seperti peribahasa gara-gara nila setitik jadi rusak susu sebelanga,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement