Kamis 11 Aug 2016 18:13 WIB

Polusi Udara Akibat Pabrik Picu Penyakit ISPA

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Andi Nur Aminah
Pasien Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)
Foto: ANTARA FOTO/ Feny Selly
Pasien Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)

REPUBLIKA.CO.ID, CIMAHI -- Pencemaran udara akibat aktifitas pembakaran batu bara di pabrik-pabrik Cimahi Selatan bisa menyebabkan warga di sekitaran pabrik batuk-batuk dan sesak napas. Bahkan, juga membuat warga rentan terkena penyakit Insfeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA). Kondisi ini rawan terjadi di kawasan industri.

Kepala Puskesmas Cimahi Selatan Mohammad Dwihadi menjelaskan, tiap perusahaan memiliki berbagai limbah, mulai dari yang cair, padat hingga udara. Dampak limbah cair dan padat biasanya telah diantisipasi pabrik. Di antaranya dengan IPAL atau cara pengolahan lain.

Namun, itu berbeda dengan limbah yang dihasilkan melalui udara. "Nah, yang udara ini bisa berdampak langsung menimbulkan masalah ISPA," tutur dia, Kamis (11/8).

Menanggapi banyaknya warga di RT 5 RW 14 Kelurahan Utama, Cimahi Selatan, yang menderita penyakit paru-paru, Dwihadi mengatakan itu bisa terjadi karena asap yang ditimbulkan pabrik terdekatnya. "Karena, yang namanya polusi udara, tidak ada yang tahu angin itu akan mengarah ke mana," kata dia.

Terlebih, RT 5 itu memang dikeliling sejumlah pabrik. Akibatnya, asap atau debunya itu menyebar ke permukiman tersebut lalu terhirup warganya. Orang yang punya alergi dan tidak kuat, ujar Dwihadi, itu bisa mengalami batuk-batuk dan sesak napas.

Dwihadi mengakui, masalah kesehatan di bagian paru-paru memang sering menghinggapi permukiman di kawasan industri. Masalah kesehatan tersebut biasanya diawali dengan beberapa gejala seperti batuk-batuk dan sesak napas lalu bisa terserang ISPA. Jika sudah parah, bisa terkena penyakit tuberkulosis (TB).

Penderita ISPA itu lebih banyak terjadi di kawasan yang padat penduduk. Angkanya pun cukup tinggi. Daerah yang padat penduduk ini kebanyakan berada di kawasan industri. Kepadatan penduduk kerap tidak diimbangi luas wilayah yang kecil. "Daerahnya kecil, tapi rumahnya banyak. Industri itu menampung banyak pekerja, dan pekerjanya itu tinggalnya tidak jauh dari daerah industri itu," ucap dia.

Dwihadi menyangkal pernyataan bahwa industri adalah penyebab maraknya penyakit paru-paru. Menurut dia, industri hanya mengakibatkan daerah sekitarnya padat penduduk. Apalagi, di kawasan industri, tentu banyak warga pendatang dari berbagai daerah. "Berkumpul lalu bisa saling menularkan, penyakit apa saja, bisa ISPA, bisa TB, singkatnya, kepadatan penduduk kebayakan di kawasan indsutri," kata dia.

Dwihadi memaparkan, kalau penyakit ISPA yang dialami warga itu berkepanjangan, akan dimasukan dalam kategori pasien yang diduga menderita TB, atau biasa disebut suspect. Selain itu, jika ada warga yang batuk selama lebih dari dua pekan, juga akan dijadikan suspect.

Dampak langsung yang diakibatkan pencemaran udara dari kegiatan pabrik ini pernah dirasakan sendiri oleh Puskesmas Cimahi Selatan. Pabrik garmen yang berada di depan puskesmas tersebut pada mulanya sering mengeluarkan asap atau debu hasil pembakaran ke udara sekitarnya.

Puskesmas Cimsel pun terkena debu-debu itu. Karena kejadian itu, cerobong pembakaran yang awalnya pendek diminta pihak puskesmas untuk ditinggikan. Ini agar debu hasil pembakaran tidak menyeruak langsung ke daerah sekitarnya. "Tapi kan yang namanya angin, walaupun sudah tinggi, tetap saja jatuhnya ke kami (puskesmas). (Dulu) Jam-jam segini bisa merasakan bau batu bara, untuk yang tidak kuat, napasnya akan sesak. Batuk-batuk juga," ujar dia.

Dia mengingatkan agar pembuatan rumah itu harus memperhatikan ventilasi agar cahaya mataharinya bisa masuk sehingga rumah itu tidak lembab. Ini untuk mengantisipasi tingkat kepadatan penduduk. Menurut dia, orang yang batuk-batuk lalu dahaknya dibuang sembarangan itu sangat rentan menular ke orang lain. Jika sudah parah, warga tersebut bisa positif TB.

Data dari Puskesmas Cimsel menyatakan pasien yang diduga menderita TB pada 2013 yakni sebanyak 405 pasien, 2014 sebanyak 360 pasien, 317 pasien pada 2015, dan Januari hingga Juli 2016 sudah sebanyak 207 pasien. Sedangkan kasus pasien yang menderita positif TB, pada 2013 sebanyak 42 kasus, 39 kasus pada 2014, 38 kasus pada 2015, dan Januari sampai Juli 2016 sudah mencapai 26 kasus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement