Selasa 09 Aug 2016 09:31 WIB

Menimbang Masa Depan Perawat Indonesia

Red: M Akbar
Syaifoel Hardy
Foto:

Tahun-tahun belakangan ini, maraknya akreditasi dan sertifikasi boleh disebut sebagai tendensi baru, bahwa tantangan profesi keperawatan Indonesia makin besar, berat dan ketat. Besar karena area praktik keperawatan diperluas. Berat karena tanggungjawab perawat bertambah. Ketat karena persaingan pasar.

Bukan tidak mungkin, di satu sisi, berkembang pesatnya dunia pendidikan keperawatan beserta lulusannya memang diberikan kebebasan. Di sisi lain, system penyaringan yang ada di masyarakat juga sama perkembangannya. Masyarakat menunut quality services.

Jadi bukan tidak mungkin, pada masa mendatang, apakah itu pemerintah atau lembaga, akan menghitung apa saja yang dilakukan oleh perawat, jumlahnya pekerjaan mereka, berapa lama waktu yang dibutuhkan, berapa orang yang diperlukan, serta berapa harganya.

Bila ini terealisasi, perawat jangan susah. Perawat dituntut siap. Sebagaimana prinsip kehidupan professional, sebagaimana pula yang diucapkan dalam janji mereka. Bahwa setiap individu perawat dituntut sanggup mempertanggungjawabkan apa yang telah dikerjakannya. Ke depan, perawat tidak bisa hanya enak-enakan dalam tugasnya. Setiap langkah dan sepak terjangnya akan dihitung dalam dunia usaha sebagai sebuah karya. Pantas atau tidak mendapatkan upah.

Perawat ke depan, tidak cukup hanya menerima pasien, melakukan assessment, observasi vital sign, melakukan ECG, memberikan injeksi, infus, catheter, menghitung cairan, merawat luka, atau sekedar memandikan pasien mereka. Kompetensi mereka secara ketat dicatat. Bahkan, saat Salat dan istirahat pun tidak lepas dari CCTV pemilik usaha.

Di beberapa negara sudah mulai terasa model kerja yang disebut di atas. Perawat akan mirip ‘Robot’. Mereka tidak bisa leluasa duduk dan berbincang di sebelah kiri atau kanan pasien, sekedar menghabiskan waktu lelah. Atau berbicara bebas dengan keluarga mereka.

Cepat atau lambat, supervisor mereka akan memanggil. Minimal, rekan kerja mereka akan berteriak, ke mana saja gerangan sang sejawat. Obrolan yang sehat pun, akan dipertanyakan. Jika tidak bisa dipertanggungjawabkan, akan dianggap sebagai tugas keperawatan yang sia-sia. Meskipun obrolan dan pembicaraan antara perawat dan pasien bersifat therapeutic, banyak kalangan yang tanda tanya. Ironisnya, pekerjaan yang sama, tidak menimbulkan masalah, manakala dilakukan oleh profesi ‘sebelah’.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement