Selasa 02 Aug 2016 07:48 WIB

Kabupaten Semarang Kekurangan Guru

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Angga Indrawan
Guru di sekolah SD
Guru di sekolah SD

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Semarang masih dilematis dalam mengatasi persoalan kekurangan guru sekolah dasar (SD). Di tengah moratorium penambahan PNS yang masih berlaku, SD di daerah ini terus menghadapi ancaman menurunnya kualitas pendidikan.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Semarang, Dewi Pramuningsih mengatakan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan situasi seperti ini. Hingga saat ini Kabupaten Semarang masih mengalami kekurangan 900 guru SD. Terutama guru mata pelajaran (mapel), guru kelas dan guru pendidilan jasmani (penjas).

Persoalan kian bertambah manakala persebaran guru yang ada saat ini masih belum merata. Bahkan sejumlah mapel juga kelebihan guru seperti PKn dan IPS. Sehingga masih kesulitan intuk dioptimalkan mengajar mata pelajaran lainnya "Padahal kekurangan guru SD ini dialami sekolah yang ada di hampir 19 kecamatan yang ada di daerah ini," ujarnya, Senin (1/8).

Sejauh ini, jelas Dewi, upaya Pemkab Semarang untuk menyiasati kekurangan guru ini  telah dilakukan dengan memaksimalkan tenaga honorer dan jumlah guru yang ada. Sehingga tenaga pengajar wiyata bakti ini menjadi tumpuan dalam mengisi kekosongan posisi pengajar di SD.

Sebab upaya pengajuan penambahan guru setiap tahun dilakukan. Namun karena saat ini masih diberlakukan moratorium, maka pengangkatan PNS guru SD belum dilakukan.

Sementara setiap bulan ada lima hingga enam guru SD yang pensiun. Ia khawatir kekurangan guru tersebut juga akan berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran di kelas. Persoalan lain yang terjadi di balik kekurangan guru di Kabupaten Semarang ini adalah kecilnya honornya untuk guru wiyata bakti.

Penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk penggajian guru honorer tidak diperblehkan lebih dari 20 persen. “Memang kasihan, karena gaji guru honorer kan kecil. Kalau ditekan dengan menambah jam mengajar takutnya juga tidak akan maksimal,” tuturnya.

Sementara itu, salah satu tenaga pengajar honorer, Haryati mengaku dilematis dengan kondisi kekurangan guru ini. Ia mengaku sayang jika murid tidak ada yang mengajar. Di lain pihak, penghasilan guru wiyata bakti yang kecil diakuinua memang tak sebanding dengan beban mengajar yang diberikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement