Senin 01 Aug 2016 12:23 WIB

Neraka Poso: Konflik Islam-Kristen, Warga Keturunan, Santoso, dan Tibo

Sejumlah prajurit TNI menyusuri jalan setapak dalam hutan untuk memburu kelompok Santoso di Desa Sedoa, Lore Utara, Poso, Sulawesi Tengah, Kamis (24/3).
Foto: Antara/edy
Sejumlah prajurit TNI menyusuri jalan setapak dalam hutan untuk memburu kelompok Santoso di Desa Sedoa, Lore Utara, Poso, Sulawesi Tengah, Kamis (24/3).

Oleh: Selamat Ginting, (Jurnalis Senior Republika)

Berhari-hari saya mencoba menulis laporan tentang kasus Poso. Tetapi saya tidak berhasil menyusun kalimat demi kalimat. Saya gagal, walaupun sudah berusaha menenangkan diri dengan menyanyi diiringi band. Lagu demi lagu. Namun, lagi-lagi saat di depan monitor laptop, saya belum bisa menulis.

Terus terang saya terbawa suasana pada 1998 hingga 2001. Poso bagi saya adalah neraka liputan. Pada masa itu lebih dari 600 rumah terbakar, sekitar 60 ribu warga mengungsi. Jangan tanya jumlah warga yang tewas, saya pegang data jumlah korban tewas. Mengerikan!

Warga Islam ketakutan karena menganggap laskar Kristen akan menghabisinya. Warga Kristen pun juga ketakutan karena menganggap laskar Islam akan menghabisinya. Kedua warga Islam dan Kristen pun mengungsi. Demikian pula warga Hindu yang merasa berada di tengah peperangan bernuansa SARA.

Konflik ini berawal dari masalah sepele, saat bulan puasa Ramadhan, seorang warga keturunan yang sedang mabuk membacok seorang warga yang berbeda agama di masjid. Polisi telat mengantisipasi masalah tersebut, kerusuhan pun berbuntut panjang.

Apalagi menjelang berlangsungnya pilkada Poso, terjadi saling provokasi dengan membuat selebaran yang menghasut. Kedua provokator dan pemimpin penyerangan akhirnya memang mati terbunuh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement