Ahad 31 Jul 2016 09:30 WIB

Pemkab/Pemkot di Jabar Masih Kebingungan Susun Anggaran 2017

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Bilal Ramadhan
Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar, Iwa Karniwa menjawab pertayaan para penguji pada Sidang Promosi Doktor (S3) bidang ilmu manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unpad, di Graha Sanusi, Kota Bandung, Kamis (14/1).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar, Iwa Karniwa menjawab pertayaan para penguji pada Sidang Promosi Doktor (S3) bidang ilmu manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unpad, di Graha Sanusi, Kota Bandung, Kamis (14/1).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah kabupaten/kota di Jawa Barat masih kebingungan dalam menyusun Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Platform Anggaran Sementara (PPAS) untuk APBD tahun anggaran 2017.‬ Karena, ada sejumlah aturan perundang-undangan yang berubah di tingkat pusat.

Salah satunya, perubahan Undang-Undang Nomor 32/2004 Tentang Pemerintah Daerah menjadi Undang-Undang 23/2014 Tentang Pemerintah Daerah.‬ Menurut Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Iwa Karniwa, perubahan aturan tersebut, cukup berdampak pada proses penyusunan APBD 2017.

Apalagi, ada gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) yang dilakukan sejumlah pemerintah daerah terhadap Undang-Undang 23/2014 . Khususnya mengenai alih kelola SMA/SMK dari pemerintah kab/kota ke pemerintah provinsi.‬

"Sehingga untuk kepastiannya (pemberlakuan UU 23/2014) kita harus menunggu keputusan MK," ujar Iwa kepada wartawan, di Gedung Bappeda Jabar, akhir pekan lalu.

Iwa mengatkan, pemerintah kabupaten/kota juga cukup dibingungkan dengan lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18/2016 yang mengatur tentang susunan organisasi dan tata kerja (SOTK).‬ Melalui PP tersebut, pemerintah daerah diharuskan melakukan perampingan dalam SOTK-nya.

Sejumlah organisasi perangkat daerah, harus dilebur menjadi satu dengan harapan terjadi efisiensi dan efektifitas dalam penyelenggaraan pemerintahan.‬ Kondisi itu, kata dia, tentunya akan memengaruhi proses penyusunan anggaran. Selain itu juga akan berdampak saat penyusunan laporan kegiatan dan pertanggung jawaban ke depannya.‬

"Dalam pelaporan, siapa yang buat laporan karena (pelaporan itu) disusun 30 Maret sampai 31 Maret tahun berikutnya. Sementara lembaganya sudah dibubarkan," katanya.‬

Kedua aturan baru itu, kata Iwa, masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Diperkirakan kepastian pemberlakuan aturan tersebut masih harus menunggu keputusan MK.‬ "Tapi jika sudah ada kepastian kemungkinan besar ada eselon II yang berkurang," katanya.‬

Sementara itu, Dirjen Keuangan Daerah, Kementrian Dalam Negeri Reydonnyzar Moenek mengatakan, rancangan APBD 2017 harus merujuk pada PP 18/2016 dengan susunan OPD yang baru.

Dengan aturan baru ini, tidak dapat dipungkiri jika masih ada daerah yang masih terlambat dalam menyusun KUA PPAS. Padahal, Agustus ini RAPBD 2017 sudah harus disetujui melalui rapat paripurna antara pemerintah dan DPRD.‬

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement