REPUBLIKA.CO.ID, NGANJUK -- Peserta Lawatan Sejarah Nasional (Lasenas) XIV mendapatkan pengalaman unik usai mengikuti jejak gerilya Jenderal Soedirman. Gelaran Lasenas XIV resmi ditutup pada Kamis (28/7), bertempat di monumen Dr Soetomo di Nganjuk, Jawa Timur.
"Peserta sudah merasakan betapa kerasnya perjuangan Soedirman dalam menjalani gerilya untuk mempertahankan kemerdekaan," ujar Kepala Sub Direktorat Sejarah Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Amurwani Dwi Lestariningsih dalam sambutannya di acara penutupan Lasenas XIV.
Lasenas XIV yang mengusung tema "Satu Abad Jenderal Soedirman: Mengukuhkan Karakter Bangsa" menyusuri jejak-jejak gerilya Soedirman di tiga daerah, yakni Yogyakarta, Pacitan, dan Nganjuk. Amurwani mengatakan, perjalanan menuju dusun Sobo di Pacitan menjadi pengalaman paling menarik sepanjang lawatan.
Ini karena peserta diajak melihat langsung lokasi markas darurat Soedirman yang terletak di perbukitan terjal dan hutan lebat. "Ada peserta yang sampai penyakit asmanya kumat dan beberapa peserta mual karena menghadapi jalan yang berkelok-kelok," ujar Amurwani.
Meski menghadapi perjalanan berat, Amurwani mengapresiasi peserta yang tetap bersemangat untuk terus melanjutkan perjalanan. "Pada saat ini dengan jalan yang beraspal saja banyak yang merasa lelah dan akhirnya bisa membayangkan betapa beratnya perjalanan Soedirman dahulu," ujar Amurwani.
Siswi kelas 3 SMA Stella Duce 1 Yogyakarta, Nikita Devy Haryono mengaku semakin mengidolakan sosok Soedirman usai mengikuti Lasenas XIV. "Soedirman benar-benar berjuang demi rakyat. Kami naik mobil saja mengeluh terus," ujarnya.
Nikita mengatakan, masyarakat Indonesia saat ini perlu benar-benar menghargai jasa para pahlawan. Ia mengaku, para pejuang belum tentu bisa merasakan nikmatnya kemerdekaan. Salah satu contohnya yakni Soedirman yang wafat pada 1950 di usia yang masih 34 tahun.
"Soedirman umurnya pendek. Jadi sudah seharusnya kita menghargai kemerdekaan ini dengan berjuang lebih keras di bidang masing-masing," kata Nikita.