REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengamat politik Dradjad Wibowo mengingatkan Presiden Joko Widodo untuk bersikap tegas terhadap menteri keuangan yang ditunjuknya Sri Mulyani Indrawati guna menjaga soliditas dan legitimasi pemerintahan.
"Menarik Sri Mulyani menjadi menteri kabinet ada plus minusnya bagi pemerintahan sehingga Presiden Jokowi dapat memelihara dan bersikap tegas terhadap Sri Mulyani," kata Dradjad Widowo pada diskusi "Arah Politik dan Ekonomi Pasca Reshuffle" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis.
Menurut Dradjad, Sri Mulyani sesungguhnya memiliki visi yang berbeda tajam dengan Presiden Joko Widodo. Mantan Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional (DPP PAN) ini menilai, Sri Mulyani memiliki visi neoliberalisme, sedangkan Presiden Joko Widodo memiliki visi Nawacita yang mengutamakan kedekatan dengan rakyat."Jika Sri Mulyani bersikap neo liberalisme dengan membawa bendera Konsesus Washington agar dikritik keras karena dapat berdampak negatif terhadap negara dan rakyat," katanya.
Dradjad mengingatkan, Presiden Joko Widodo harus berani bersikap tegas dalam mengarahkan Sri Mulyani agar bersikap lebih moderat dan menurunkan visi neoliberalisme. Menurut dia, Sri Mulyani harus bisa dibawa ke "tengah" dan jangan terlalu di "kanan". "Persoalannya, Sri Mulyani lebih banyak pengetahuan ekonominya daripada Presiden Joko Widodo, sehingga masih menjadi pertanyaan siapa mengawasi siapa," katanya.
Baca juga, Jokowi Ungkap Alasan Reshuffle Kabinet Kerja.
Dradjad juga mengkritik beberapa kebijakan Sri Mulyani ketika menjadi menteri keuangan pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 2004-2009.
Menurut dia, Sri Mulyani menerapkan kebijakan remunerasi yakni pemberian tunjangan pagawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan hingga 11 kali gaji. Namun kebijakan tersebut, kata dia, terbukti tidak efektif karena masih saja ada pegawai Ditjen Pajak yang melakukan korupsi atau kompromi dengan wajib pajak.
Jika Presiden Joko Widodo tidak dapat mengarahkan Sri Mulyani dan membawanya ke "tengah" Dradjad mengkhawatirkan, citra pemerintahan dan citra Presiden Joko Widodo sendiri akan menurun.