Kamis 28 Jul 2016 21:35 WIB

Kasus SP3 di Riau Dinilai Preseden Buruk Penegakan Hukum

Rep: Maspril Aries/ Red: Ilham
Kebakaran hutan (ilustrasi)
Foto: foto : MJ05
Kebakaran hutan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Keputusan Polda Riau menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap 15 perusahaan yang disangka melakukan pembakaran hutan dan lahan (karhutla) pada 2015 lalu mendapat perhatian warga Palembang. Palembang juga bernasib sama seperti warga Riau yang menderita diselimuti kabut asap yang dipicu kebakaran.

“Kita menyesalkan langkah penghentian penyidikan oleh Polda Riau. Polri harus menjelaskan kepada masyarakat kenapa SP3 mereka terbitkan. Agar tidak muncul apriori kepada polisi mengingat dampak dari kabut asap terutama di Riau sangat luar biasa,” kata Purwantoro warga Palembang yang tinggal di Maskerebet, Kamis (28/7).

Menurut Purwantoro, polisi harusnya mempertimbangkan dampak dari karhutla di Riau yang memicu terjadinya kabut asap. Saat itu ada lima warga di sana meninggal dunia ditambah ribuan warga terpapar penyakit ISPA.

“SP3 ini dapat dikatakan menjadi langkah mundur dalam penegakan hukum pada kasus karhutla," katanya. Efek dari penyidangan kasus kebakaran hutan dan lahan pada 2013 lalu sempat berimbasnya turunnya titik api. Kini masyarakat mengaku khawatirkan kasus kebakaran hutan pada 2015 akan kembali terulang. "Jika tidak ada efek jera dari pelaku pembakar lahan dan hutan,” katanya.

Menurutnya, seharusnya Polda Riau tetap melimpahkannya kasus itu ke jaksa dan pengadilan. Biarkan pengadilan yang memutuskan pembakaran lahan itu bersalah atau tidak.

Sementara, menurut Yenrizal, staf pengajar Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah, seharusnya dalam menyelesaikan kasus karhutla, apalagi yang berhubungan dengan korporasi jelas butuh kecerdasan, kekuatan, dan kepedulian. Kasus Riau saya pikir preseden negatif dalam penegakan hukum lingkungan.

Sebagai dosen yang peduli pada lingkungan, Yenrizal mengharapkan kasus SP3 yang terjadi di Riau tidak terjadi di Sumatera Selatan. “Cukup perkara gugatan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan atas PT Bumi Mekar Hijau yang kandas di Pengadilan Negeri Palembang. Satu kasus ini menunjukkan ketidakseriusan dalam penegakan hukum lingkungan,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement