REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi merombak dan melantik menteri Kabinet Kerja jilid II. Sejumlah nama pun hanya digeser posisinya, namun terdapat pula nama baru dalam reshuffle jilid II kali ini.
Pengamat politik dan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro, mengaku terkejut dengan penunjukan Wiranto sebagai Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan. Sebab, seperti diketahui Wiranto yang juga sebagai mantan Panglima TNI, saat ini juga menjabat sebagai Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat.
"Saya setuju bahwa membangun membutuhkan kepastian hukum. Di era demokrasi ini sangat dibutuhkan yaitu landasan hukum kita. Tapi menetapkan orang yang sungguh-sungguh tidak ada tarikan politiknya, ini Pak Jokowi menarik janjinya sendiri. Merekrut orang yang sedang menjabat sebagai ketum. Janjinya tak boleh rangkap jabatan, sehingga Muhaimin pun tidak mencalonkan diri karena rangkap jabatan," kata Siti, Rabu (27/7).
Meskipun menghormati keputusan Presiden dalam merombak menteri-menterinya, Siti menyayangkan sikap Jokowi yang tak konsisten. Seharusnya, kata Siti, komitmen Jokowi untuk melarang rangkap jabatan pun tetap dipegang.
"Kita hormati keputusan seperti itu, tapi itu sekarang hilang komitmen itu. Ini yang harus dipegang teguh oleh pemimpin," kata dia.
Baca juga, Jokowi Ungkap Alasan Reshuffle Kabinet Kerja.
Selain itu, keputusan Jokowi memberikan jabatan Menkopolhukam kepada Wiranto pun juga dinilai mengejutkan. Ia pun mempertanyakan alasan penunjukan Wiranto menduduki posisi tersebut. Sebab, keputusan perombakan menteri juga perlu dipertanggungjawabkan oleh Presiden.
"Paling tidak publik harus tahu, mau dibawa ke mana negeri ini dengan komposisi seperti ini. Apakah membangun dengan stabilitas politik dan keamanan yang sangat cukup? Kita tidak dikotomi militer non militer, tapi faktanya di era SBY Menhan pun dari sipil. Menko juga cuma menko polhukam. Nah ini menko maritim juga," ujar Siti.