REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat Politik dan Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro mengatakan bahwa pada prinsipnya, dalam melakukan reshuffle terhadap menterinya Presiden Jokowi harus mencari pengganti yang lebih baik. Jika tidak tidak, kata dia, tidak usah melakukan reshuffle.
“Reshuffle itu pilihannya lebih baik. Kalau ternyata tidak lebih baik mestinya tidak melakukan reshuffle. Itu yang harus diantisipasi secara serius karena tidak mungkin ya melakukan reshuffle lagi tahun depan,” jelas Siti saat dihubungi, Selasa (26/7) malam.
Menurut Siti, tahun depan tidak mungkin lagi untuk melakukan reshuffle karena kinerja seorang menteri secara praktis akan sibuk sampai tahun 2018 dan pada tahun 2019 pemerintah tentunya akan sibuk dengan pemilu.
Siti mengatakan, presiden Jokowi saat ini sudah mengetahui siapa saja menteri yang akan di-reshuffle dari 34 kementerian lembaga. Menurut dia, dalam melakukan reshuffle Jokowi akan melihat sejauh mana menterinya melakukan sembilan program Nawacita, terutama di bidang perekonomian dan bidang penegakan hukum.
“Panduannya itu pada Nawacita, dikaitkan dengan sembilan program, siapa yang memang betul-betul membumikan program itu,” ucapnya.
Menurut Siti, Presiden Jokowi akan memilih orang-orang yang memiliki kompetensi. Kata dia, presiden tidak akan memilih orang-orang pemula yang hanya dipilih untuk mengakomodasi partai-partai pendukung. Karena, lanjut dia, jika posisi menteri diserahkan kepada partai pendukung pasti memiliki konsekuensi.
“Jika dalam dua tahun ini masih dirasakan kurang ya berarti menteri itu tidak kompeten. Ini bisa jadi salah tempat orang itu. Orang itu potensial tapi tempatnya tidak di situ. Ini yang perlau dievaluasi,” ujarnya.
Karena itu, kata dia, reshuffle menteri tersebut memerlukan kejelian dari seorang presiden. Apalagi, kata dia, nuansa reshuffle tahun ini akan berbeda dengan tahun lalu yang hanya mengganti sekitar lima menteri.
“Tidak menuntut kemungkinan, menteri yang digeser dan diganti akan lebih besar dari yang dulu yang hanya memecat sekitar lima menteri. Jadi, kemungkinannya lebih dari itu, sembilan sampai sepuluh,” ucapnya.