REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi masyarakat sipil meminta agar pembahasan revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terbuka dan transparan sehingga masyarakat luas dapat mengikuti dan mengawasi proses perubahan regulasi tersebut.
"Transparansi dalam revisi UU ITE tersebut mengkhawatirkan bila rapat pembahasan digelar tertutup," kata Kepala Divisi Riset dan Pengembangan Jaringan Lembaga Bantuan Hukum Pers, Asep Komarudin, di Jakarta, Selasa (26/7), perwakilan koalisi masyarakat sipil.
Selain LBH Pers, anggota koalisi masyarakat sipil yang menyerukan keterbukaan dan transparansi dalam revisi UU ITE tersebut adalah Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM).
Koalisi masyarakat sipil, menurut Asep, khawatir bila pembahasan tertutup maka revisi yang RUU ITE tersebut pada akhirnya tidak seperti yang diharapkan oleh masyarakat namun justru lebih buruk.
Ia mencontohkan rapat kerja lanjutan Komisi I DPR yang membahas Revisi UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan agenda pembahasan daftar isian masalah (DIM).
Dalam rapat kerja kali ini, anggota Komisi I memutuskan rapat dilakukan secara tertutup, sehingga wartawan dan masyarakat tidak bisa mengikuti dan mengawasi proses penting perubahan UU ITE.
Padahal salah satu isu yang sangat penting dalam perubahan ini adalah pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik. Pasal ini dianggap menjadi polemik di masyarakat, seperti data yang dihimpun oleh Safenet, bahwa sejak di undangkannya pasal ini, masyarakat yang terjerat sudah melebihi dari 150 orang dan ada kecenderungan meningkat lebih banyak.
"Untuk itu kita berharap agar revisi UU tersebut terbuka dan transparan sehingga masyarakat dapat mengetahui dan mengawasi prosesnya," kata Asep.