REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Asosiasi Rumah Sakit Indonesia (ARSI) Iing Ichsan Hanafi menolak adanya anggapan pihak rumah sakit (RS) swasta tertutup dalam penanganan vaksin palsu. Ia mengatakan RS swasta belum siap saat pengungkapan 14 fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) dilakukan.
"Bukan tertutup, hanya saja, saat nama-nama diumumkan sebetulnya RS belum siap. Karena itu harus konsolidasi dulu," ujar Iing di Jakarta, Ahad (24/7).
Menurut dia, koordinasi antara 14 RS swasta saat ini masih tetap berlangsung. Selain dengan ARSI, manajemen 14 RS tetap berkonsultasi dengan satgas vaksin palsu.
Meski demikian, pihaknya menegaskan tidak ada tekanan dari satgas terkait kelanjutan penanganan vaksin palsu. Satgas dan ARSI lebih menekankan advokasi distribusi vaksin palsu.
"Intinya, jangan sampai penanganan yang dilakukan RS itu tidak sesuai rekomendasi satgas. Kami sudah sampaikan agar RS lakukan penyelesian vaksin palsu sesuai kondisi masing-masing. Untuk pemberian informasi, itu tergantung kebijakan masing-masing RS," tambah Iing.
Pada 14 Juli lalu, Kemenkes membuka identitas 14 fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) penerima vaksin palsu. Mayoritas fasyankes berada di Bekasi.
Adapun 14 fasyankes yang dimaksud adalah RS DR Sander (Bekasi), RS Bhakti Husada (Cikarang, Bekasi), Sentral Medika (Gombong), RSIA Puspa Husada, Karya Medika (Tambun, Bekasi), Kartika Husada (Bekasi), Sayang Bunda (Bekasi) , Multazam (Bekasi), Permata (Bekasi), RSIA Gizar (Cikarang, Bekasi), Harapan Bunda (Kramat Jati, Jakarta Timur), Elizabeth (Bekasi), Hosana (Cikarang) dan Hosana (Bekasi).