REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) menantang Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk melakukan survei tentang jumlah angka kemiskinan di DKI Jakarta. Hal tersebut diungkapkan BPS karena Ahok tak memercayai lembaga survei tersebut.
Ahok pun mengatakan Pemprov DKI sudah melakukan survei pada tahun 2015. Bahkan, menurut dia, pihaknya membayar BPS untuk melakukan survei tersebut.
“Kami sudah punya datanya. Kalau kita sudah punya datanya, ngapain kita survei sekarang? Kita sudah tahu siapa yang miskin kok, makanya kita keluarin KJP sekarang,” ujar Ahok kepada wartawan, di gedung DPRD Jakarta, seusai mengikuti sidang paripurna, Jumat (22/7).
Menurut Ahok, jika menggunakan survei BPS yang menggunakan tolok ukur 2.500 kalori per hari, masyarakat Jakarta langsung dianggap hidup di atas garis kemiskinan.
“Jadi, BPS kalau survei dia gunakan 2.500 kalori. Orang non-Jakarta pun di survei. Itu teknik survei seluruh Indonesia. Makanya DKI minta BPS survei yang berbeda,” ucap mantan bupati Belitung Timur tersebut.
Ahok mengatakan, saat pihaknya melakukan survei pada tahun 2015 tersebut, pihaknya menggunakan kebutuhan hidup cukup atau kebutuhan hidup layak. Karena itu, lanjut dia, masyarakat miskin di DKI Jakarta bukan 3 persen tapi 17 persen.
“Kalau 2.500 kalori kan di bawah Rp 500 ribu sebulan. Kami maunya kebutuhan hidup layak lajang dong, dan KTP DKI,” ujar dia.
Sebelumnya, Kepala BPS DKI Jakarta Syech Suhaimi mengatakan, lembaganya sudah menggunakan metode yang berstandar internasional. Penggunaannya juga sudah berjalan secara universal. Dengan begitu, menurut dia, survei BPS dapat dibandingkan di tingkat daerah, nasional, maupun internasional. Namun, jika BPS menuruti permintaan Ahok, perbandingan itu tak bisa dilakukan.
"Kita mendata kemiskinan ada datanya yang kita sepakati secara nasional dan internasional, jadi kita bisa bandingkan semua data. Kalau keinginan Pak Ahok, enggak bisa kita bandingkan," katanya, Rabu (20/7) lalu.