Kamis 21 Jul 2016 19:56 WIB

Soal PKI, Luhut: IPT Itu LSM, Masa Jadi Counterpart Saya?

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan (tengah) didampingi Kepala BIN Sutiyoso (kanan) dan Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius (kiri) menghadiri rapat kerja dengan Komisi III di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan (tengah) didampingi Kepala BIN Sutiyoso (kanan) dan Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius (kiri) menghadiri rapat kerja dengan Komisi III di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA —  Menko Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menganggap putusan majelis hakim Pengadilan Rakyat Internasional (IPT) yang menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia harus bertanggung jawab atas pelanggaran HAM 1965 yang menewaskan ribuan anggota PKI tidak masuk akal.

Ia merasa keputusan IPT yang hanya berstatus sebagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) tidak selayaknya disepadankan dengan pemerintah. 

"Tidak ada masuk di akal saya itu. Mereka (IPT--Red) itu LSM. Masa LSM (menjadi) counterpart saya? Yang benar saja," kata Luhut saat ditemui di Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (21/7). (Baca: IPT: Indonesia Bersalah).

Ia juga meragukan kebenaran informasi dalam putusan IPT bahwa tindakan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Indonesia pada 1965-1966 meliputi pembunuhan terhadap sekitar 400 ribu hingga 500 ribu orang anggota PKI. Tak ketinggalan, terduga anggota PKI, pendukung Presiden Sukarno, anggota radikal Partai Nasional Indonesia (PNI) beserta keluarga mereka.

Menurut Luhut, angka tersebut diperoleh tidak berdasarkan data yang akurat, melainkan hanya laporan dari Tim Pencari Fakta (TPF) yang dipimpin Mayjen (purn) Sumarno kepada Presiden Sukarno. Informasi itu didapat Luhut dari Letjen (Purn) Sintong Pandjaitan yang pada 1965 bertugas sebagai komandan RPKAD di Pati, Jawa Tengah.

"Sumarno mengatakan 75 ribu. Bung Karno tanya, kok cuma segitu? Eh, tidak, empat kali itu. Itulah datang (jumlah) 400.000 korban, basisnya katanya-katanya (Sumarno). Memang kita paham, pada zaman itu masih tidak setransparan sekarang," kata Luhut.

Ia pun menegaskan bahwa pemerintah tidak akan mempertimbangkan putusan IPT karena dianggap hanya berdasar pada asumsi. IPT 1965 akan menyerahkan keputusan akhir kepada Pemerintah Indonesia seusai sidang yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda, pada 10-13 November 2015 dan dipimpin Hakim Ketua Zak Yacoob.

Dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (20/7), Koordinator IPT 1965 Nursyahbani Katjasungkana mengatakan, hasil akhir keputusan tersebut akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo saat pertemuan dengan korban pelanggaran HAM berat seperti pernah dijanjikan Presiden melalui Juru Bicara Presiden, Johan Budi.

"Putusan ini secara resmi akan diserahkan pula kepada jaksa agung, menteri hukum dan HAM, menteri koordinator bidang politik hukum dan keamanan, Kantor Staf Presiden," ujar Nursyahbani.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement