REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Kesehatan dan Napza, Titi Haryati, meminta pemerintah untuk membuka informasi mengenai proses pembuatan vaksin palsu. Pembuatan vaksin palsu diduga tidak melalui proses yang steril.
"Sebaiknya hasil penelusuran tentang proses pembuatan vaksin palsu dijelaskan kepada masyarakat. Sebab, meski telah dikatakan vaksin palsu tidak ada efek samping, tetapi proses pembuatannya belum tentu steril. Siapa yang tahu vaksin palsu dibuat di tempat yang tidak higienis," tegas Titi di kantor KPAI, Kamis (21/7).
(Baca juga: Orang Tua Korban Vaksin Palsu Datangi KPAI)
Menurut Titi, proses pembuatan yang tidak steril dan tanpa memperhatikan aspek higienis tentu dapat membahayakan fisik anak. Ketika disuntikkan ke tubuh, anak dapat mengalami benjolan, pembengkakan, demam hingga panas tinggi.
"Karena itu, kami minta hasil penelusuran Bareskrim Polri dan uji laboratorium terkait teknis produksi vaksin palsu perlu dibuka. Jangan hanya proses distribusi saja. Segala sesuatu yang dimasukkan ke tubuh itu ada efeknya," ujar dia.
Salah satu orangtua yang anaknya menjadi korban vaksin palsu, Firdaus, sangat berharap jika pemerintah mau memberikan informasi yang transparan mengenai proses pembuatan vaksin palsu. Para orangtua masih tetap resah akan akibat jangka pendek dari paparan vaksin palsu.
Firdaus menuturkan, sejak awal para orangtua sudah menyampaikan keinginan tersebut. Namun, hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pemerintah.
"Apakah proses pembuatan vaksin palsu higienis? Jika tidak higienis, apa dampaknya bagi anak-anak kami? Tolong pemerintah berikan jawaban atas kekhawatiran kami ini," katanya.