Rabu 20 Jul 2016 22:54 WIB

Kementerian LHK Kelola Aplikasi Wildscan untuk Cegah Perdagangan Satwa Ilegal

Penyidik menunjukan bayi Orang Utan (Pongo abelii) yang disita dari sindikat perdagangan satwa liar. (Antara/FB Anggoro)
Foto: Antara/FB Anggoro
Penyidik menunjukan bayi Orang Utan (Pongo abelii) yang disita dari sindikat perdagangan satwa liar. (Antara/FB Anggoro)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) akan mengelola aplikasi pembantu identifikasi satwa liar dilindungi Wildscan yang dibangun oleh Freeland Foundation dengan dukungan pendanaan Badan Pembangunan Internasional AS (USAID).

"Harus dikelola sendiri, tetapi kami masih akan mencari tahu lebih rinci tentang biaya-biayanya," ujar Kepala Sub Direktorat Pencegahan dan Pengamanan Hutan Wilayah II Kementerian LHK Achmad Pribadi ketika ditemui usai peluncuran Wildscan, di Jakarta, Rabu (20/7).

Menurut dia, aplikasi tersebut memiliki manfaat yang besar untuk mencegah perdagangan satwa liar ilegal, tidak hanya untuk masyarakat umum agar lebih waspada, tetapi juga untuk membantu penegak hukum melakukan identifikasi.

Achmad mengatakan aparat penegak hukum sering mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi jenis satwa burung yang termasuk kategori satwa dilindungi sesuai PP Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Pihaknya juga akan memanfaatkan aplikasi itu untuk membantu menangani perdagangan satwa ilegal melalui media sosial yang sering menjadi alat untuk bertransaksi.

"Ini akan kami pakai sebagai indikasi awal, untuk mengawal jaringan seluas mungkin. Ini lebih efektif. Kami akan surati semua BKSDA, kalau harimau ya hafal, tapi ada beberapa spesies yang belum mereka ketahui," ujar dia.

Achmad menuturkan perdagangan satwa ilegal melibatkan banyak kalangan, mulai dari pemburu, pedagang maupun pedagang besar, sehingga untuk mengurainya diperlukan dukungan dari masyarakat luas.

Deputi Direktur Komunikasi Freeland Foundation Matthew Pritchett mengatakan tidak diperlukan biaya yang mahal untuk mengelola aplikasi tersebut. "Kami selalu memikirkan ini untuk 5-10 tahun ke depan, setelah aplikasi ini diciptakan, selanjutnya hanya perlu Rp 100 dolar AS untuk mengelolanya," kata dia.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement