Selasa 19 Jul 2016 16:16 WIB

IDAI Sebut Kelangkaan Vaksin Impor Sejak 2015

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Andi Nur Aminah
Contoh kemasan vaksin biofarma yang asli pada kemasan mempunyai reaksi terhadap panas ada perbedaan warna pada salah satu sudut kemasan pada konferensi pers terkait vaksin palsu, di Bio Farma, Kota Bandung, Kamis (30/6). (Republika/Edi Yusuf)
Foto: Republika/Edi Yusuf
Contoh kemasan vaksin biofarma yang asli pada kemasan mempunyai reaksi terhadap panas ada perbedaan warna pada salah satu sudut kemasan pada konferensi pers terkait vaksin palsu, di Bio Farma, Kota Bandung, Kamis (30/6). (Republika/Edi Yusuf)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Aman Bhakti Pulungan, mengungkapkan kelangkaan vaksin impor terjadi sejak 2015. Ada lima jenis vaksin impor yang mengalami kelangkaan.

"Mulai langka pada 2015 lalu dan hingga saat ini bahkan masih terjadi. Justru pada 2016 kelangkaan itu sangat terlihat," ujar Aman kepada wartawan di Gedung Kemenkes, Selasa (19/7).

Menurut dia, ada lima jenis vaksin impor yang mengalami kelangkaan. Kelimanya yakni vaksin DPT, vaksin HB Polio Combo, vaksin Hepatitis A, vaksin Varicella dan vaksin MMR.

Meski hanya sekitar satu persen dari total kebutuhan vaksin dasar bagi anak Indonesia, jumlah permintaan kelima vaksin impor tergolong tinggi. Aman mencontohkan, kebutuhan vaksin sebanyak satu persen dari 4,5 juta bayi lahir setiap tahun. Artinya, ada 450 juta bayi yang memerlukan vaksin dasar impor.

"Itu baru jumlah dari bayi baru lahir yang butuh vaksin. Belum untuk usia selanjutnya. Jadi memang permintaan vaksin impor bisa dikatakan tinggi," tegas Aman.

Dia menjelaskan, saat mulai terjadi kelangkaan pada 2015 lalu, para dokter RS swasta langsung berkomunikasi kepada IDAI, IDI, Kemenkes dan pihak-pihak lain. Oleh beberapa pihak tersebut, para dokter disarankan menggunaan produk vaksin pemerintah  berupa vaksin pentavalen.

Selain itu, Aman mengatakan ada beberapa pihak yang kemudian menawarkan beberapa vaksin impor. Aman tidak merinci pihak-pihak yang melakukan penawaran. Dia hanya menyatakan, penawaran tersebut memungkinkan jalan peredaran vaksin palsu.

"Tetapi semua itu tergantung kondisi dan pola pikir seperti apa yang diterapkan dokter. Mungkin saja memang benar mereka tidak tahu bahwa vaksin yang ditawarkan adalah palsu, disangka itu vaksin impor yang didistribusikan melalui berbagai pihak," tutur Aman.

(Baca Juga: Orang Tua Korban Minta Kejelasan Hukum Soal Vaksin Palsu)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement