Senin 18 Jul 2016 19:40 WIB

Lima Hal Ini Dinilai Perlu Masuk dalam Aturan Jilbab TNI

Rep: Umi Nur Fadilah/ Red: Muhammad Hafil
Prajurit TNI AD berjilbab.
Foto: Ist
Prajurit TNI AD berjilbab.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat militer dari Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, Muradi menilai setidaknya ada lima tata aturan ihwal jilbab Korps Wanita TNI AD (Kowad).

"Saya melihat setidaknya ada lima ya," kata dia saat dihubungi Republika, Senin (18/7).

Pertama, ia menjabarkan, aturan jilbab itu tidak bersifat menyeluruh atau tidak berlaku nasional. Artinya, hanya bersifat regional tertentu, misalnya untuk ditugaskan di daerah syariah atau wilayah yang membutuhkan penutup kepala.

Kedua, ia melanjutkan, konteks berjilbab tidak membuat calon Kowad antipati terhadap prosedur pemeriksaan fisik.

"Bukan berarti kalau berjilbab terus menolak itu (diperiksa fisik). (Berjilbab ini) aturan khusus yang tak bersifat menyeluruh," ujar dia.

Ketiga, Muradi melanjutkan, menyangkut tentang prespektif masyarakat, TNI merupakan organisasi nasional yang harus berlaku netral. Ia khawatir, aturan jilbab TNI akan dimanfaatkan oleh orang-orang yang tak NKRI, tak pro-Pancasila, tak pro-UUD 1945 untuk situasi tertentu.

"Artinya ini sangat sepesifik, dia (berjilbab) dibatasi oleh ruang dan waktu," jelasnya.

Keempat, menurut Muradi, kewenangan pemakaian jilbab bukan bersifat dari Panglima TNI, tapi bersifat lokal. Maksudnya, ia menjelaskan, terdapat anggota yang meminta izin pada Dandim, jadi bukan menjadi keputusan nasional.

"Kenapa tak bisa menjadi keputusan nasional? Karena ini bisa menjadi preseden buruk bagi TNI dianggap bagian dari ketidaknetralan sebagai tentara nasional. TNI kan harus netral, tak boleh ada simbolik yang berpihak pada satu kelompok tertentu," tutur Muradi.

Kelima, ia melanjutkan, berjilbab tidak akan membuat Kowad itu menjadi spesial. Sebab, yang definisi spesial yakni, anggota tersebut memiliki skil dan kemampuan khusus, bukan karena penampilan.

Jilbab, ia mengingatkan, mengakomodir kelompok yang ada di masyarakat agar dapat diterima di lingkungan warga. Jangan sampai, ia menambahkan, jilbab membangun prespektif ihwal ada hal yang lebih dibanding anggota lain.

Muradi menilai, teknis pelaksanaan jilbab TNI tidak akan jauh berbeda dari Polri. Artinya, ia dia tidak bersifat nasional, berjilbab harus dapat izin dari kapolsek, kapolres, atau kapolda.

"Artinya TNI pun tak akan jauh berbeda dengan apa yang diputuskan di Polri, artinya dia harus terbatas, unit khusus," jelasnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement