Jumat 15 Jul 2016 20:28 WIB

Perpres Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Digugat ke MA

Rep: Crystal Liestia/Sonia Fitri/ Red: Dwi Murdaningsih
Desain pembangkit listrik tenaga sampah terbesar di Cina.
Foto: SHL
Desain pembangkit listrik tenaga sampah terbesar di Cina.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah organisasi masyarakat sipil dan individu yang bergerak di bidang pengelolaan sampah dan lingkungan hidup yang tergabung dalam Koalisi Nasional Tolak Bakar Sampah pada Jumat (15/7) mendaftarkan permohonan uji materiil terhadap Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah di tujuh kota. Tujuh kota tersebut yakni Provinsi DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Surabaya dan Kota Makassar.

Permohonan uji materiil ini akan diajukan ke Mahkamah Agung (MA) oleh 15 orang pemohon perorangan yang berasal dari kota-kota yang menjadi sasaran Perpres 18/2016  dan lima lembaga swadaya masyarakat yaitu Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), BaliFokus, KRuHA dan Gita Pertiwi.

“Permohonan Judicial Review yang diajukan oleh koalisi masyarakat sipil ini sekaligus untuk mengingatkan Presiden RI selaku pemegang mandat konstitusi, bahwa kebijakan yang dikeluarkan harusnya mengedepankan aspek keselamatan rakyat dan aspek kehati-hatian dini, bukan sebaliknya. Perpres No. 18/2016 ini justru mengabaikan aspek keselamatan rakyat dan sangat berisiko tinggi," kata Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Nasional WALHI melalui siaran resminya pada Jumat (15/7).

Margaretha Quina, Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran ICEL, menegaskan dalam skala yang lebih luas, uji materiil ini merupakan sinyal mereka kepada Presiden bahwa masyarakat sipil mengawasi percepatan proyek-proyek infrastruktur. Menurut dia percepatan tidak boleh mengesampingkan dampak kesehatan publik dan lingkungan. Pemerintah harus memastikan proyek-proyek percepatan tidak bertentangan dengan peraturan lain yang telah dikeluarkan lebih dahulu.

Dwi Retna Astuti, salah satu pemohon individu yang bertempat tinggal di Gedebage, Bandung, merasa keberatan dengan diterbitkannya Perpres 18/2016 karena akan mengancam dan memperburuk kualitas kesehatan dan lingkungan tempat tinggalnya.

Sebagai informasi, Retna Astuti bertempat tinggal 300 meter dari calon lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah Bandung. Sejak tahun 2006, Sejak mengetahui rencana pembangunan PLTSa di dekat rumahnya pada tahun 2006, Pemohon semakin kritis terutama terkait dengan potensi pencemaran udara dan pencemaran air yang berpotensi berdampak terhadap kesehatannya dan keluarganya.

Sementara itu, Asrul Hoesein, salah satu pemohon individu warga Jakarta, mengajukan keberatan karena khawatir dengan adanya Perpres 18/2016 tersebut kesehatan lingkungan akan menurun dan upaya serta usahanya selama ini mengedukasi masyarakat untuk mengelola sampah dengan pendekatan ramah lingkungan menjadi sia-sia.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement