REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pekerja asing asal Cina berdatangan dalam sejumlah proyek yang dibangun oleh pemerintah. Salah satunya adalah pekerja asal Cina yang datang di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
Pada H+2 Lebaran, pekan lalu, sekitar 50 pekerja asal Cina datang untuk terlibat dalam pembangunan pabrik dan smelter feronikel di Morosi, Konawe.
"Mereka sama sekali tidak bisa berbahasa Inggris, apalagi bahasa Indonesia. Mereka berjumlah sekitar 50 orang," kata Sosiolog asal Universitas Ibn Chaldun, Musni Umar, yang juga putra asli daerah Konawe, Jumat (15/7).
Namun, kedatangan para pekerja asing ini sempat menimbulkan pro-kontra di masyarakat. Hal ini lantaran kedatangan pekerja asing itu dianggap menutup kesempatan kerja kepada warga setempat. Tidak hanya itu, pembangunan smelter di Morosi itu juga dianggap tidak memberdayakan masyarakat secara langsung.
Menurut Musni, pemerintah pusat memang harus turun tangan terkait kedatangan para pekerja Cina tersebut di Konawe. Pelibatan itu, menurut Musni, pemerintah pusat mempersiapkan Sumber Daya Alam (SDA) di daerah. ''Sehingga nantinya ada transfer of technology,'' ujar Musni saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (15/7).
Selain itu, jika nantinya ada kesulitan bagi putra-putra daerah untuk mengikuti pendidikan formal, maka pemerintah harus bisa memaksimalkan Badan Latihan Kerja (BLK) di daerah. ''Harus ada BLK, supaya orang-orang di daerah itu bisa diberi pelatihan,'' tuturnya.
Selain itu, manfaat yang bisa diberikan oleh perusahaan tersebut adalah dengan memberikan beasiswa terhadap anak-anak daerah. Spesifikasi pemberian beasiswa terhadap anak-anak di derah itu disesuaikan dengan yang dibutuhkan pabrik-pabrik tersebut. '
'Jadi memang pemerintah harus turun tangan, tidak boleh membiarkan keadaan itu. Jangan seolah-olah tidak ada masalah. Padahal, di bawah ada masalah,'' kata Musni.