REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi terus menelusuri sejumlah aset berkaitan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang Mohamad Sanusi. Hari ini, penyidik KPK memanggil Sekretaris DPRD DKI Jakarta, M Yuliadi.
"Kalau (pemanggilan) sekretaris dewan itu (ditanyai) lebih kepada profil dan status MSN," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha di Gedung KPK, Rabu (13/7).
Priharsa mengatakan, pemanggilan kepada Sekretaris DPRD itu juga dalam kaitannya mengkonfirmasi gaji dan penghasilan Sanusi sebagai anggota DPRD. "Kemudian nanti akan ditanyakan mengenai gaji atau penghasilan MSN dalam kapasitas sebagai anggota dewan," ujar Priharsa.
Selain M Yuliadi, penyidik KPK juga memanggil dua pejabat dari Dinas Tata Air DKI Jakarta, yakni Teguh Hendrawan sebagai Kepala Dinas dan Kepala Suku Dinas Tata Air Roedito Setiawan. "Untuk dua orang dari dinas tata air itu akan dikonfirmasi terkait pengadaan-pengadaan yang berlangsung disana," ujar Priharsa.
Sementara, sejumlah saksi lainnya yakni seorang advokat bernama Adi Kurnia, Tasdikiah swasta dari bidang properti, dan seorang sopir Gerry Prasetya akan ditanyai lebih dalam terkait aset-aset Ketua Komisi D DPRD DKI tersebut. "Lebih kepada aset-aset, ingin menelusuri lebih dalam kepemilikan aset dan asal muasalnya, termasuk bagaimana perolehannya," ujarnya.
Penyidik KPK kembali menetapkan tersangka kepada Ketua Komisi D DPRD DKI, Mohamad Sanusi. Kali ini, Sanusi dijerat pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Penetapan tersangka TPPU ini merupakan pengembangan dari kasus yang menjerat Sanusi sebelumnya, yakni kasus dugaan suap pembahasan Raperda Reklamasi Teluk Jakarta. "Setelah dilakukan pengembangan, penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup menetapkan MSN, Anggota DPRD DKI 2014-2019 sebagai tersangka TPPU," kata Priharsa di Gedung KPK, Jakarta, Senin (11/7).
Priharsa mengatakan, Sanusi diduga melakukan perbuatan, menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, menitipkan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga hasil dari tindak pidana korupsi. Atas perbuatannya tersebut, Sanusi juga disangkakan melanggar pasal 3 dan atau 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencehahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Adapun surat perintah penyidikan TPPU Sanusi tersebut ditandatangani pimpinna KPK pada 30 Juni 2016 lalu.