Kamis 07 Jul 2016 09:30 WIB

Tari Nangkluk Merana Usung Pesan Lingkungan

Beberapa seniman membawa sesajen dalam Parade Pesta Kesenian Bali ke-34 di Denpasar, Bali, Minggu (10/6). Festival tahunan bidang seni budaya itu berlangsung 10 Juni-9 Juli 2012 yang melibatkan sekitar 15 ribu seniman dari seluruh Bali, 18 tim kesenian dar
Foto: Antara
Beberapa seniman membawa sesajen dalam Parade Pesta Kesenian Bali ke-34 di Denpasar, Bali, Minggu (10/6). Festival tahunan bidang seni budaya itu berlangsung 10 Juni-9 Juli 2012 yang melibatkan sekitar 15 ribu seniman dari seluruh Bali, 18 tim kesenian dar

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Seni instalasi dan tari kolosal Nangkluk Merana megusung pesan lingkungan dalam pertunjukkan pada Pesta Kesenian Bali ke-38 di Taman Budaya Denpasar.

"Pesan moral yang ingin kami sampaikan adalah agar kita senantiasa menjaga keharmonisan dengan alam seperti konsep Tri Hita Karana.Oleh karena itu, kami sengaja menjadikan areal terbuka sebagai lokasi pertunjukan," kata I Made Sidia, Ketua Sanggar Paripurna sekaligus pengarah tari garapan tersebut di sela-sela pementasannya, Rabu (6/7) malam.

Menurut dia, penampilan sekitar 200 penari itu memanfaatkan lingkungan di sekitar Taman Budaya, Denpasar, seperti sungai dan pepohonan agar selaras dengan tema lingkungan.

Penampilan Sanggar Seni Paripurna dari Banjar Bona Kelod, Blahbatuh Gianyar itu berhasil menyedot perhatian pengunjung PKB. Tidak kurang Gubernur Bali Made Mangku Pastika yang didampingi Ayu Pastika dan sejumlah pimpinan SKPD di lingkungan Pemprov Bali nampak antusias menyaksikan tari kolosal yang dibawakan oleh penari anak-anak hingga dewasa.

Garapan Sidia ini terbilang unik karena memanfaatkan areal terbuka dan alur sungai di depan Gedung Kriya Taman Budaya sebagai lokasi pertunjukan ditandai dengan kemunculan para penari di atas getek yang mengikuti aliran sungai. Berkali-kali para penonton mengapresiasi pertunjukkan mereka dengan memberikan tepuk tangan meriah.

Seni instalasi dan Tari Nanggluk Merana mengambil latar belakang Gunung Batur dan Gunung Agung. Pergelaran ini mengangkat kisah tentang Dewi Danu, penguasa Lembah Gunung Batur yang senang bercocok tanam. Diringi dayang-dayang, sang putri menanam beraneka tumbuhan mulai dari tanaman hias hingga palawija.

Di sisi lain di sekitar Gunung Agung, Sang Hyang Putra Jaya senang memelihara hewan. Suatu ketika hewan-hewan peliharaan Putra Jaya digembalakan hingga Lembah Gunung Batur dan memakan habis tanaman Dewi Danu.

Karena murka, Dewi Danu dan dayang-dayangnya membunuh semua hewan peliharaan Sang Putra Jaya. Selanjutnya, dengan kekuatannya Dewi Danu juga memohon hujan badai hingga menghanyutkan bangkai hewan itu ke laut.

Sang Hyang Baruna sebagai penguasa laut murka karena wilayahnya dipenuhi bangkai, sehingga dia pun mengutuk bangkai itu menjadi binatang pengganggu seperti tikus, belalang, ulat dan hama lainnya.

Di tengah kekacauan akibat serangan hama tersebut, turunlah Sang Hyang Geni Jaya yang mengingatkan agar manusia tidak sembarangan membuang sampah ke sungai, apalagi sampah bangkai. Sang Hyang Geni Jaya juga bersabda agar manusia menggelar upacara Nangluk Merana yaitu upacara untuk memohon agar hama (merana,red) tidak merusak lingkungan dan alam.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement