REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menilai tradisi takbir keliling dapat menjadi sarana menanamkan nilai spiritualitas sekaligus menghindarkan generasi muda dari keekstreman.
"Dengan perayaan takbir keliling ini kita juga dapat menyambung silaturahmi sesama umat Islam dengan nuansa perdamaian sehingga dapat menangkal paham-paham ekstrem," kata Haedar seusai melepas kontingen takbir keliling di pelataran Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta, Selasa (5/7) malam.
Menurut dia tradisi takbir keliling yang secara rutin hanya dapat ditemukan di Indonesia itu juga mampu menangkal paham ekstrem masuk di tengah generasi muda. Sebab melalui takbir keliling itu juga mempertemukan simbol-simbol budaya nusantara, bukan hanya simbol keislaman semata.
Selain itu dalam waktu yang bersamaan takbir keliling juga dapat menangkal masuknya paham sekular yang berupaya memisahkan generasi muda dari nilai keagamaan.
"Ini tradisi yang bagus karena sekaligus menjadi saran edukasi dan menanamkan kecintaan anak-anak terhadap nilai keislaman di tengah hegemoni skularisasi melalui berbagai media sosial," kata dia.
Menurut dia peristiwa bom seperti di Madinah, konflik di Suriah, hingga bom di Surakarta dapat ditangkal dan tidak terjadi di Indonesia dengan ekspresi perayaan keislaman melalui tradisi takbir keliling serta halal bi halal yang terus di lestarikan di Indonesia.
Haedar mengatakan, tradisi halal bi halal yang selalu disertai dengan mudik Lebaran seperti di Indonesia juga jarang dijumpai di negara manapun.
Melalui tradisi itu masyarakat Indonesia dapat membangun solidaritas kolektif secara langsung. Dalam konteks masyarakat Indonesia, silaturahim secara langsung saat Lebaran tidak dapat digantikan dengan cara yang lain, misalnya hanya dilakukan melalui alat komunikasi atau media lainnya.
"Sebab dengan bertemu langsung ada jiwa yang bertemu. Relasi personal sangat penting dipertahankan di Indonesia, sehingga mampu menangkal watak individualitas dan melanggengkan budaya tolong menolong," kata dia.