Jumat 01 Jul 2016 23:11 WIB
Vaksin Palsu Beredar

DPR Siapkan RUU Pengawasan Obat dan Makanan

Rep: C36/ Red: Bayu Hermawan
Saleh Partaonan Daulay
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Saleh Partaonan Daulay

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay, mengatakan saat ini pihaknya tengah melakukan persiapan penyusunan naskah akademik rancangan undang-undang (RUU) pengawasan obat dan makanan. Ada tiga poin yang akan ditekankan dalam rancangan awal RUU tersebut.

"Semua anggota komisi IX sepakat jika RUU ini mendesak dibahas. Pertama, karena menjadi evaluasi atas peredaran vaksin palsu yang sudah terjadi selama 13 tahun. Kedua, memberikan kepastian pengawasan obat dan makanan kepada masyarakat," ujarnya kepada Republika.co.id, Jumat (1/7).

Saleh melanjutkan, kini pihaknya telah melakukan evaluasi terhadap kewenangan dan pengawasan yang telah dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) secara menyeluruh.

Selain itu, DPR juga menelusuri aturan yang selama ini meneguhkan posisi BPOM sebagai pengawas obat dan makanan. Evaluasi itu digunakan sebagai salah satu rujukan penyusunan naskah akademik RUU pengawasan obat dan makanan.

Lebih lanjut Saleh memaparkan, ada tiga hal yang akan dimasukkan dalam usulan naskah RUU. Pertama, terkait peneguhan independensi BPOM sebagai lembaga tinggi negara yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden.

Selama ini, kata dia, BPOM memang telah bertanggungjawab kepada Presiden. Namun, adanya Peraturan Kementerian Kesehatan (Permenkes) yang mengisyaratkan BPOM harus melakukan koordonasi dengan Kemenkes dinilai membatasi wewenang pengawasan. Kedua, pemberian kewenangan kepada BPOM dalam menyelidiki asal - usul obat dan makanan yang beredar di Indonesia.

"Sekarang ini BPOM tidak memiliki kewenangan itu. Padahal semua obat, makanan baik yang resmi dikeluarkan pemerintah atau pihak swasta harus diselidiki sumbernya sehingga tidak meresahkan masyarakat," katanya.

Ketiga, RUU nantinya menjelaskan batasan teknis koordinasi antara BPOM dengan kementerian atau instansi. Batasan koordinasi harus ditegaskan sehingga tumpang-tindih kewenangan saat menangani kasus tidak terulang.

Saleh menambahkan pihaknya berencana melanjutkan pembahasan RUU hingga mengajukan dalam prolegnas 2017.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement