Kamis 30 Jun 2016 08:40 WIB

Daerah Peredaran Vaksin Palsu Diminta Vaksinasi Ulang

Rep: Agus Raharjo/ Red: Andi Nur Aminah
Polisi menunjukkan barang bukti yang disita dalam kasus produksi dan distribusi vaksin palsu di wilayah ibukota Jakarta, Banten dan Jawa Barat di Mabes Polri di Jakarta, Senin (27/6).
Foto: Reuters/Darren Whiteside
Polisi menunjukkan barang bukti yang disita dalam kasus produksi dan distribusi vaksin palsu di wilayah ibukota Jakarta, Banten dan Jawa Barat di Mabes Polri di Jakarta, Senin (27/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) diminta untuk melakukan uji sampel vaksin yang beredar di seluruh Indonesia. Hal ini untuk memastikan apakah vaksin yang sudah beredar di seluruh wilayah merupakan vaksin asli atau palsu. Mengingat pesebaran vaksin palsu sudah dilakukan sejak 2003 lalu. Artinya, bayi yang lahir setelah 2003 terindikasi telah divaksinasi dengan vaksin palsu.

Anggota Komisi IX DPR RI, Karolin Margret Natasa mendesak aparat segera bertindak cepat untuk menangani kasus ini. Menurut dia, pengambilan sampel vaksin di seluruh daerah dibutuhkan untuk mendeteksi sejauh mana penyebaran vaksin palsu oleh tersangka pembuat dan pengedar vaksi palsu dari Bekasi.

Kementerian Kesehatan juga diharapkan segera melakukan pendataan ulang terkait penggunaan vaksi di rumah sakit. Penelusuran harus dilakukan melalui jalur distribusi dari vaksi palsu yang sudah digerebek aparat kepolisian.

Menurut Karolin, kalau dalam uji sampel yang dilakukan BPOM terbukti vaksin palsu digunakan di sejumlah daerah, maka harus ada tindakan penarikan seluruh vaksin yang beredar. Harus ada penggantian dari vaksi palsu dengan vaksi asli dan aman.

Tindakan ini untuk memberikan jaminan kesehatan pada balita yang baru lahir. Bahkan, Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini juga meminta kalau perlu dilakukan vaksinasi ulang pada daerah yang termasuk dalam peredaran vaksin palsu. “Untuk perencanaan kesehatan tahun depan, siapkan program vaksinasi ulang bagi daerah-daerah yang terindikasivaksin palsu beredar,” tutur Karolin, Kamis (30/6).

Karolin menambahkan langkah vaksinasi ulang ini untuk menjamin kesehatan dari anak-anak yang sudah terpapar vaksin palsu. Sebab, vaksinasi melalui imunisasi dinilai terbukti aman dan bermanfaat untuk mencegah sakit berat, wabah, cacat dan kematian akibat penyakit berbahaya.

Efektifitas dari vaksinasi dapat memengaruhi angka kematian bayi danbalita. Meskipun, efek dari penggunaan vaksin palsu diprediksi dirasakan dalam jangka waktu panjang atau lama. Menurut anggota DPR yang juga seorang dokter itu, dampak dari vaksin palsu sangat mungkin dirasakan dalam beberapa tahun ke depan.

Dia mengatakan, pengaruhnya lebih pada kekebalan tubuh yang dimiliki balita yang menggunakan vaksin palsu lebih rentan terhadap penyakit. Jadi, anak yang lahir setelah 2003 dinilai memiliki tingkat kerentanan lebih tinggi terhadap penyakit dibandingkan bayi atau balita yang memeroleh vaksinasi sebelum 2003.

Sebab, peredaran vaksin yang digunakan sebelum 2003 belum tercampur dengan vaksin palsu. “Vaksin yang palsu tidak dapat melindungi anak-anak dari penyakit berbahaya yang seharusnya dapat dicegah dengan vaksinasi,” ujar Karolin.

(Baca Juga: Vaksin Palsu Gunakan Botol Limbah Rumah Sakit )

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement