Rabu 29 Jun 2016 14:06 WIB

Diduga Minta Fasilitas untuk Anaknya, MKD Harus Proses Fadli Zon

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Bilal Ramadhan
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon.
Foto: Republika/Wihdan
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia mengecam keras salah satu pimpinan DPR RI, Fadli Zon. Fadli dinilai secara sengaja merusak citra dan wibawa lembaga DPR di mata publik yang selama ini memang sudah terpuruk.

KOPEL menilai perbuatan Fadli meminta fasilitas pelayanan bagi keluarganya di luar negeri bukanlah perbuatan biasa yang cukup hanya direspons dengan perbuatan minta maaf melalui media. Atau sekadar menggantikan biaya operasional bahan bakar dan tip pengganti capek bagi seorang sopir.

Direktur KOPEL Indonesia Syamsuddin Alimsyah mengatakan ini adalah bentuk kejahatan yang dilakukan seorang pimpinan DPR yang diduga secara sadar memanfaatkan jabatannya untuk keperluan pribadi atau keluarganya. Menurut dia keliru apabila kasusnya dilihat sebagai perbuatan biasa, apalagi seolah berdagang.

"Begitu selesai digantikan biaya operasional yang terpakai dan tip sopir dibayar. Selesai persoalan. Saya kira ini tidak akan menyelesaikan persoalan, bahkan ke depan akan terulang lagi,’’ ujarnya, Rabu (29/6).

Syam meminta agar Fadli diproses oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Hal ini agar ada efek jera bagi pejabat ke depannya sekaligus menjaga wibawa parlemen.

Fadli dianggapnya secara nyata dan diduga segaja melakukan perbuatan tidak pantas  dengan melanggar kodek etik DPR sebagaimana dimaksud dalam Peraturan DPR Nomor 1 tahun 2015 tentang Kode Etik DPR. Aturan tersebut, kata Syam, pasti sudah dibaca dan diketahui maknanya oleh Fadli.

"Termasuk tujuan kenapa aturan ini dibuat dan tidak boleh dilanggar,'' kata dia.

MKD merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap bertujuan menjaga serta menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat. Merujuk pada UU MD3, MKD bertugas melakukan menyelidiki dan memverifikasi atas pengaduan terhadap anggota DPR.

Bahkan MKD dalam melakukan penyelidikan dan verifikasi berwenang melakukan pemanggilan terhadap pihak-pihak yang dianggap mengetahui persoalan tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement