Selasa 28 Jun 2016 23:08 WIB

Ini Tiga Isu yang Mengganggu Vaksinasi di Indonesia

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Karta Raharja Ucu
Seorang bidan menunjukkan vaksin campak dan vaksin bcg yang asli di Puskesmas Kecamatan Sawah Besar, Jakarta, Selasa (28/6).
Foto: Antara/Rosa Panggabean
Seorang bidan menunjukkan vaksin campak dan vaksin bcg yang asli di Puskesmas Kecamatan Sawah Besar, Jakarta, Selasa (28/6).

REPUBLIKA.CO.ID, ‎JAKARTA -- Ada tiga isu utama yang selama ini 'menyerang' kegiatan vaksinasi di Indonesia. Ketiga isu tersebut yakni terkait halal atau haramnya vaksin, isu konspirasi imunisasi program Yahudi, serta isu yang menyebutkan vaksinasi menyebabkan autisme.

Namun hingga kini nampaknya kegiatan vaksinasi mendapatkan problem baru yakni adanya vaksin palsu yang dibuat oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab. Produsen vaksin global PT Bio Farma menganggap semua itu adalah dinamika.

Sekretaris Bidang Penelitian dan Pengembangan PT Bio Farma Iwan Setiawan berharap semua problem-problem tersebut akan cepat berlalu. "Dengan adanya UU nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, kami harap semuanya terselesaikan," ujarnya dalam sebuah diskusi publik di Jakarta, Selasa (28/7).

Hingga kini, isu-isu seputar vaksinasi bertebar di media sosial. Iwan menyebut 70 persen isu tersebut tidaklah benar. PT Bio Farma sepakat bahwa jaminan produk halal adalah tujuan bagi setiap penyedia produk di Indonesia.

Untuk pembuatan vaksin, ada bagian yang begitu sulit mengubahnya dengan cepat. Mulai dari personel, fasilitas, kemasan, hingga kontrol kualitas. Semuanya harus tervalidasi.

Tantangan yang dihadapi industri vaksin ke depannya adalah bagaimana menyiapkan penelitian dan pengembangan (research and development) agar sudah terintegrasi dengan sistem kontrol kualitas. Pengembangan vaksin sendiri membutuhkan waktu panjang, yakni 15 hingga 20 tahun.

Ada beberapa langkah yang disiapkan Bio Farma menuju produksi vaksin halal. "Karyawan kami 98 persennya adalah Muslim. Kemudian komitmen kami mendapat produk halal dan thoyyiban sudah ada bahkan sebelum ada UU JPH," ujar Iwan.

Bio Farma pun sudah beberapa kali bertemu Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI. Bahkan beberapa pekan lalu, Bio Farma mengadakan seminar tentang sistem produk halal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement