Selasa 28 Jun 2016 19:10 WIB

PKS Tolak Keras Pengesahan RUU Tax Amnesty

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Ilham
tax aamnesty.ilustrasi
Foto:

Dalam pasal 20 RUU Pengampunan Pajak yang mengatur bahwa data dan informasi yang bersumber dari Surat Pernyataan dan lampirannya tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan pidana. Fraksi PKS berpandangan bahwa pasal ini rawan untuk disalahgunakan, dan memberikan ruang bagi pidana lain, seperti korupsi, narkoba, terorisme, human trafficiking, dan pencucian uang untuk bersembunyi.

"Melalui pasal ini, bisa saja pelaku pencucian uang atau korupsi, turut melaporkan harta hasil kejahatan mereka untuk mendapatkan Pengampunan Pajak. Apabila mengikuti aturan pada pasal 20 tersebut, jika nantinya ditemukan bukti bahwa dana tersebut merupakan hasil kejahatan non-perpajakan, maka dana tersebut tidak bisa dijadikan alat penuntutan pidana," kata Ecky.

Dia menambahkan, Fraksi PKS berpendapat bahwa pasal tersebut harus dikeluarkan dan diperkuat dalam pasal kerahasiaan data atau pasal tersebut harus menyebutkan secara langsung bahwa pasal hanya berlaku pada pidana perpajakan.

Ecky menjelaskan,‎ mengenai dana repatriasi harus benar-benar masuk ke sektor riil dan infrastruktur, yang berdampak langsung pada penciptaan lapangan kerja. Pasal 12 ayat 2 dan 3 mengatur terkait instrumen investasi yang dapat digunakan untuk menaruh dana hasil repatriasi. Khusus pada Ayat 3, RUU Pengampunan Pajak membuka ruang bagi Wajib Pajak untuk menaruh dana di instrumen keuangan lain (non-Pemerintah), seperti obligasi perusahaan swasta maupun investasi sektor riil lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.

Melihat hal ini, Fraksi PKS mendorong Pemerintah agar dana repatriasi tersebut jangan sampai menjadi hot money dalam bentuk investasi pasar uang yang bisa tiba-tiba keluar dan mengganggu stabilitas sistem keuangan. Apalagi dana ini bisa menjadi sumber bubble keuangan karena spekulasi di sektor properti.

Saat ini Bank Indonesia (BI) melakukan ekspansi moneter dengan menurunkan suku bunga acuan dan merelaksasi aturan kredit properti. Apabila dana repatriasi tidak diatur, ditambah dengan rezim suku bunga rendah BI, hal tersebut dikhawatirkan akan meniupkan bubble pada sektor properti.

Saat ini, lanjut Ecky, indeks harga properti Indonesia sudah meningkat hingga 36 persen apabila dibandingkan tahun 2013. Harusnya hal tersebut sudah menjadi warning bagi pemerintah agar lebih berhati-hati dalam mengelola dana repatriasi ini.

Ecky mengatakan, Fraksi PKS meminta agar ‎dana yang masuk dan ditampung melalui SBN, ‎ maka instrumen ini harus memiliki imbal hasil yang tidak lebih tinggi dari tarif tebusan repatriasi. Repatriasi harus benar-benar masuk dari luar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ke dalam NKRI dengan masa holding period harus lebih lama yaitu minimal lima tahun, bukan tiga tahun sebagaimana usulan pemerintah.

‎Terakhir, Ecky menilai fraksinya menilai bahwa dana hasil tax amnesty tidak boleh dimasukan dalam asumsi RAPBNP 2016 sebesar Rp 165 trilun. Dengan adanya perpanjangan waktu hingga 31 Maret 2017, semakin menambah ketidakpastian bahwa target penerimaan pajak dari Pengampunan Pajak akan tercapai.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement