Rabu 29 Jun 2016 05:00 WIB

Korupsi dari Kandungan Hingga ke Liang Lahat

Red: M Akbar
Murniati Mukhlisin
Foto: istimewa
Murniati Mukhlisin

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc (Konsultan Sakinah Finance, tinggal di Colchester, UK)

Menurut indeks hasil voting yang diadakan oleh Transparency International Tahun 2015, ranking Indonesia membaik sehingga menduduki peringkat 88 dibandingkan tahun lalu yaitu di peringkat ke 107. Voting yang berdasarkan pendapat pakar seluruh dunia ini menyimpulkan Denmark sebagai negara terbersih yang menduduki peringkat pertama dan Somalia di peringkat terakhir dari 168 negara yang dipelajari.

Angka indeks untuk Indonesia ini cukup menggembirakan namun tetap saja peringkat ke 88 adalah masih sangat tinggi. Menurut Transparency International, korupsi masih merajalela di kalangan pejabat dan politisi.

Walau Denmark menjadi negara paling bersih korupsinya namun menurut Transparency International masih tidak sempurna. Artinya ada juga kasus korupsi di negara tersebut. Kalau itu di tataran negara, bagaimana di tataran keluarga? Pernah dengar keluarga Indonesia bebas korupsi? Apakah kita termasuk keluarga bebas korupsi?

Korupsi di kelas kakap tentunya berasal dari kebiasaan mereka ketika masih di kelas teri, atau sebaliknya, korupsi di kelas kakap mempengaruhi kelas teri untuk mengikutinya. Bagaimanapun, pendidikan antikorupsi memang sudah selayaknya dibuat sejak bayi dalam kandungan untuk memastikan dia tidak menjadi anggota kelas teri maupun kelas kakap.

Bagaimana praktik korupsi dalam keluarga?

Menurut Fatwa MUI yang ditetapkan pada tanggal 29 Juli 2000, ada tiga istilah pemberian dan penerimaan sesuatu yang bertujuan melakukan hal yang tidak sesuai syariah (bathil), yaitu suap (risywah), korupsi (ghulul) dan hadiah yang dikategorikan HARAM.

Hal tersebut dilakukan untuk memenuhi hajat seseorang dengan membujuk dalam bentuk hadiah, uang pelicin, pengambilan hak yang bukan miliknya. Mari kita cek bersama-sama apakah keluarga kita pernah dan biasa melakukan hal-hal di bawah ini?

1. Masa bayi dalam kandungan

- Pernah tidak kuat antri cek kandungan sehingga harus menyelipkan uang bawa meja untuk mendapatkan prioritas nomor awal?

- Pernah menyelipkan uang pelicin supaya Akte Kelahiran cepat keluar?

2. Melahirkan

- Pernah membayar biaya tidak resmi supaya dapat dinaikkan ke Ruang Bersalin Kelas 1?

- Pernah klaim biaya melahirkan yang kwitansinya sudah dinaikkan biayanya?

3. Masa kanak-kanak

- Pernah menyuap hakim atas sengketa hak asuh anak?

- Pernah memberi makan anak hasil uang korupsi?

4. Masuk sekolah

- Pernah kasih amplop ke Panitia Penerimaan Siswa Baru supaya dapat masuk ke sekolah unggulan dan favorit?

- Pernah bayar guru atau orang lain supaya nilai STTB dapat diubahsuaikan?

5. Masuk universitas

- Pernah membeli nilai dari dosen atau bagian akademik?

- Pernah membeli ijazah supaya dapat gelar sarjana?

6. Masa bekerja

- Pernah membayar tim seleksi kepegawaian supaya lolos seleksi PNS?

- Pernah menggunakan fasilitas kantor untuk urusan pribadi atau keluarga?

7. Berbisnis

- Pernah menyogok bagian pajak supaya nilai pajak berkurang atau nihil?

- Pernah menang tender penyediaan barang dengan uang suap?

8. Berumah tangga

- Pernah menyogok penghulu untuk urusan nikah atau cerai?

- Pernah mencuri uang suami atau istri untuk urusan yang tidak syariah?

9. Meninggal dunia

- Pernah meminta sertifikat kematian supaya cepat keluar dan sesuai dengan data yang diinginkan supaya dapat klaim asuransi?

- Pernah menyuap hakim supaya memenangkan sengketa waris?

Bagaimana? Jika kita pernah melakukan hal-hal tersebut di atas yang menjurus ke praktik korupsi dan suap baik secara langsung maupun tidak langsung, sebaiknya kita segera koreksi diri (muhasabah). Mari kita sesalkan, ucapkan istighfar dan bertaubat.

Jika masih dalam lingkaran korupsi, mari pasang niat bersih, segera tinggalkan, hijrah ke tempat yang lebih baik, inshaaAllah banyak jalan keluar yang lebih baik.

Pendapatan Halal dan Thayib

Dalam kajian Sakinah Finance, ada satu prinsip yang menjamin keadaan keluarga kita senantiasa sakinah dengan rezeki yang berkah yaitu memastikan pendapatan atau harta yang diterima dan dibelanjakan bukan berasal dari jalan dosa (bathil), lihat QS Al-Baqarah (2): 188.

Larangan memakan harta dari jalan yang bathil di dalam ayat tersebut tentunya mempunyai konsekuensi jika dilanggar. Tentu hidupnya tidak tenang dan bahagia, baik di dunia maupun di akhirat, karena Rasulullah SAW sendiri melaknat bagi yang memberi suap dan menerima suap (HR Ahmad No. 6489; Abu Daud No. 3109; Tirmidzi No. 1256; Ibnu Majah No. 2304).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanamkan 9 nilai antikorupsi, antara lain kejujuran, kepedulian, kemandirian, keadilan, tanggung jawab, kerjasama, sederhana, keberanian dan kedisiplinan. Bagi umat Islam, tentunya 9 nilai ini tidak asing lagi karena banyak disebut dalam Al-Qur’an dan selalu dicontohkan Rasulullah SAW dan para sahabat.

Mari kita pastikan bahwa walaupun satu rupiah uang atau nilai barang yang ada di rumah adalah halal dan thayib supaya mendatangkan kebahagiaan dalam rumah tangga, mendapatkan doa-doa terkabul dan memudahkan pertanggung-jawaban di yaumulhisab kelak. Wallahu a'lam bis-shawaab. Salam Sakinah!

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement