Senin 27 Jun 2016 19:42 WIB

Panglima TNI: Kelompok Al-Habsyi Sandera WNI

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Teguh Firmansyah
Panglima TNI Gatot Nurmantyo.
Foto: Ist
Panglima TNI Gatot Nurmantyo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panglima TNI Gatot Nurmantyo mengatakan keberadaan ketujuh sandera Warga Negara Indonesia (WNI) yang disandera di Filipina belum seluruhnya diketahui keberadaannya. Baru empat sandera yang diketahui yakni di Pulau Jolo.

Namun, kata Gatot, kabar itu  masih perlu diklarifikasi lagi. Keempat sandera dan ketiga sandera ditawan di lokasi terpisah. "Salah satu penyandera dipastikan Al Habsyi," kata Gatot di Mabes TNI, Jakarta, Senin (27/7).

Untuk keempat WNI, penyandera meminta tebusan sekitar 200 juta peso atau Rp 50 hingga Rp 60 miliar. Gatot menyebut hingga siang tadi, kondisi keempat sandera cukup sehat. Sementara untuk tiga sandera lainnya belum ada permintaan tebusan ataupun informasi lainnya.

Dia mengatakan kapal yang ditumpangi para sandera melanggar aturan. Pertama, kapal sebenarnya tidak diizinkan menuju Filipina. Kedua, kapal memotong rute aman yang telah diberikan pemerintah.

"Pemerintah sudah sedemikian rupa membuat peraturan moratorium jangan dulu ke sana sebelum ada jaminan dari pemerintah Filipina. Kedua kami juga sudah memberikan rute aman," jelas Gatot.

Baca juga, 10 WNI Sandera Abu Sayyaf Akhirnya Dibebaskan.

Pertemuan antara Menteri Pertahanan RI dan Filipina masih terus berlanjut. Ada beberapa tahapan untuk membicarakan nasib para sandera. Ada beberapa pertemuan yang harus dilakukan, di antaranya pertemuan antar Menteri Luar Negeri RI dan Filipina. Kemudian antara Menteri Pertahanan RI dan Filipina, serta antara Panglima TNI dan Filipina.

Intinya, kata Gatot, pihak Filipina sangat terbuka. Namun hingga kini pertemuan tersebut masih dilakukan oleh dua Menteri Pertahanan Filipina (yang lama dan yang baru). Barulah nanti setelah 30 Juni, Menteri Pertahanan Filipinan barulah yang menganangani seutuhnya. "Apakah Indonesia bisa masuk atau tidak (ke Filipina)? Masalahnya undang-undang di sana yang melarang," ujar Gatot.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement