REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri masih menyelidiki penyebab harga sapi di pasaran tidak kunjung turun dari angka Rp 120 ribu. Kepolisian dengan satuan tugas (Satgas) Pangan dan Gejolak Harga bertekad untuk mematahkan tradisi harga mahal menjelang Ramadhan dan lebaran.
"Kebanyakan pedagang ini memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan," ujar Penyidik Direktorat Tindak Pidana Khusus Bareskrim Polri AKBP Tato Sujiarto di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (27/6).
Tato menjelaskan jika harga yang dinaikkan masih dalam takaran normal dan dalam batas toleransi tidak akan menjadi masalah, misalnya Rp 500 atau Rp 1.000. Namun yang terjadi di lapangan kenaikan harga tersebut sangat drastis bahkan tidak bisa diminta turun.
Penyidik melakukan pengecekan harga daging. Hasilnya terjadi penaikan harga yang siginifikan. "Kami cek langsung di lapangan ternyata harganya dari tingkat petani, feedloter itu Rp 43 ribu per kilo itu timbangan sapi hidup," ujar Tato.
Tetapi, ketika sapi dibawa ke rumah potong hewan, harga menjadi dua kali lipat. Harga pun kembali naik ketika mulai didistribusikan. Menurut laporan anggotanya, sampai saat ini hampir tidak ada pasar yang menurunkan harga daging sapi ke ke Rp 80 ribu. Mereka kata Tato masih bertahan di harga Rp 115 sampai Rp 120 ribu.
Padahal pemerintah sudah berupaya membuat harga pasar turun dengan operasi pasar daging beku. Harga untuk daging beku pun berkisar antara Rp83-85 ribu.
"Daging beku di jamin sudah stabil, permasalahannya harga daging pres yang masih Rp 120 ribu, ini masih di proses penyelidikan asal usulnya bagaimana," kata Tato.
Tato menambahkan penyelidikan ini akan terus dilakukan sampai tuntas. Sampai tradisi harga mahal jelang lebaran tidak lagi menjadi keluhan di masyarakat.