REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI menggelar sosialisasi hasil Perjanjian Paris Cop-21 kepada sejumlah SKDP, akademisi, pemerhati lingkungan dan media masa di Kalimantan Barat. Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan antar Lembaga Pusat dan Daerah Kementerian LHK, Ilyas Assad mengatakan berdasarkan laporan kajian kelima atau AR5 oleh Intergovermental Panel on Climate Change, suhu bumi telah meningkat sekitar 0,8 derajat Celcius selama abad terakhir.
Menurutnya, sebagai negara kepulauan dengan pantai rendah dan terpanjang nomor dua di dunia, Indonesia rentan terhadap perubahan iklim. Sebagai negara tropis dengan luas hutan serta rawa-gambut yang signifikan, Indonesia memiliki potensi tinggi baik sebagai sumber emisi maupun sebagai sink. Oleh karena itu, sebagai negara peratifikasi Konvensi Perubahan Iklim atau UNFCCC dan Protokol Kyoto, Indonesia sangat berkepentingan dengan Perjanjian Paris.
"Pada akhir tahun 2100, suhu global diperkirakan akan lebih tinggi 1.8-4 derajat Celcius dibandingkan rata-rata suhu pada 1980-1999," ujar dia, Jumat (24/6).
Ilyas memaparkan jika dibandingkan periode pra-industri (1750), kenaikan suhu global saat ini setara dengan 2.5-4.7 derajat Celcius. Proses pemanasan global terutama disebabkan oleh masuknya energi panas ke lautan kurang lebih 90 persen dari total pemanasan dan terdapat bukti bahwa laut terus menghangat selama periode ini.
Terkait Perjanjian Paris yang disepakati pada COP-21 di Paris, Prancis, Ilyas mengatakan Indonesia telah menandatangani Perjanjian Paris di New York, Amerika Serikat, tanggal 22 April 2016 lalu. Perjanjian Paris secara efektif akan berlaku 30 hari setelah diratifikasi oleh paling sedikit 55 Negara Pihak Konvensi yang jumlah total emisinya sekurang-kurangnya 55 persen dari jumlah total emisi gas rumah kaca global. Untuk itu, pada saat ini Indonesia sedang dalam proses mempersiapkan ratifikasi Perjanjian Paris.