Kamis 23 Jun 2016 22:45 WIB

Klaim Cina Ingkari ZEE Indonesia

Presiden Joko Widodo meninjau KRI Imam Bonjol 383 usai memimpin rapat rapat terbatas tentang Natuna di atas kapal perang tersebut saat berlayar di perairan Natuna, Kepulauan Riau, Kamis (23/6).
Foto: Antara/Setpres-Krishadiyanto
Presiden Joko Widodo meninjau KRI Imam Bonjol 383 usai memimpin rapat rapat terbatas tentang Natuna di atas kapal perang tersebut saat berlayar di perairan Natuna, Kepulauan Riau, Kamis (23/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan klaim Cina atas Traditional Fishing Ground yang didasarkan Sembilan Garis Putus sama saja dengan menafikan keberadaan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

"Konsep ZEE Indonesia didasarkan pada hukum internasional dan UNCLOS. Justru Traditional Fishing Ground dan Sembilan Garis Putus tidak dikenal dalam hukum internasional dan UNCLOS," ujar Hikmahanto Juwana dalam keterangan tertulis, Kamis (23/6).

Ia mengatakan kunjungan Presiden Joko Widodo bersama sejumlah menteri ke Natuna dan melakukan rapat terbatas menunjukkan ketegasan pemerintah Indonesia terhadap klaim pemerintah Cina.

"Pesan yang hendak disampaikan adalah agar pemerintah Cina tidak bermain api dengan Indonesia di wilayah Natuna," kata dia.

Presiden telah tepat memberi instruksi kepada Menteri KKP dan Menteri ESDM agar negara hadir di ZEE dan Landas Kontinen agar nelayan dan pelaku usaha lebih intens melakukan eksploitasi kekayaan alam di zona maritim tersebut.

"Menlu juga harus terus membuat protes atas penangkapan ikan yang ilegal di ZEE Indonesia bahkan ada kesan difasilitasinya para nelayan Cina untuk melakukan penangkapan ikan, termasuk pengerahan kapal-kapal penjaga pantai yang melebihi laut teritorial China," kata dia.

Di samping itu, lanjut dia, Menlu dapat menyampaikan pesan kepada pemerintah Cina apabila mereka terus mendorong para nelayannya untuk melakukan penangkapan ikan tanpa izin dari pemerintah Indonesia.

Pesan tersebut adalah Indonesia akan mengevaluasi posisi Indonesia sebagai mediator yang jujur dalam konflik kepulauan di Laut Cina Selatan.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement