REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung berencana merevisi Peraturab Daerah (Perda) No 11 Tentang Pelaksanaan Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan (K3). Perubahan ini difokuskan pada perubahan sanksi bagi pelanggar K3.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandung Eddy Marwoto mengatakan rencana perubahan sanksi ini diperuntukkan bagi pedagang kaki lima (PKL). Aturan saat ini dinilai tidak cukup memberikan efek jera kepada para pelanggarnya.
"Di Perda K3 tahun 2017 kita akan revisi perda supaya mempersempit ruang gerak PKL jadi tidak melakukan pelanggaran lagi," kata Eddy di Balai Kota Bandung, Rabu (22/6).
Eddy menyebutkan perubahan perda yang akan diajukan berupa penambahan sanksi yang membuat jera. Yakni penyitaan barang dagangan yang kemudian bisa dimusnahkan. Ia mengaku yakin dengan cara tersebut para PKL liar tidak lagi berani berdagang di tempat yang tidak seharusnya. Sanksi ini juga ditambah dengan denda maksimal.
"Itu akan membuat efek jera, Pak Wali setuju. Tinggal dengan pansus dewan," ujarnya.
Diharapkannya dengan sanksi maksimal, maka keberadaan PKL liat dapat ditekan. Mengingay saat ini persoalan PKL masih menjadi polemik utama di Kota Bandung. Di mana masih banyak PKL menempati zona merah serta berkeliaran di wilayah-wilayah yang dilarang.
Selama ini Perda K3 mengatur sanksi pelanggarnya berupa sanksi administratif. Baik denda tindak pidana ringan (tipiring) dan pembebanan biaya paksa. "Kalau tipiring Rp 50 ribu kan kecil, kalau denda maskimal kita bisa sanksi Rp 1 juta. Tapi barang bukti diambil kembali," katanya.
Jika revisi Perda tersebut disetujui, maka tim Satpol PP akan menyosialisasikan. Termasuk memberi tahu kepada masyarakat untuk tidak membeli pada PKL liar karena ada ancaman sanksi juga bagi pembelinya.