Rabu 22 Jun 2016 10:23 WIB

HUT Jakarta, Gubernur Selanjutnya Harus Bervisi Lingkungan Hidup

Bundaran HI, ikon Kota Jakarta.
Foto: Republika/Darmawan
Bundaran HI, ikon Kota Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kota Jakarta hari ini berusia 489 tahun, sudah saatnya Jakarta dipimpin oleh Gubernur yang bervisi lingkungan hidup serta memiliki terobosan selamatkan Jakarta dari ancaman bencana ekologis.

“Punya integritas, jiwa melayani, jujur, dan antikorupsi itu sudah pasti dan tidak bisa ditawar. Namun, untuk konteks Jakarta ke depan, siapa saja pemimpinnya harus punya terobosan. Salah satunya mengedepankan kajian dan dampak lingkungan hidup dalam semua kebijakan, rencana, dan program pembangunan. Karena kalau menomorkanduakan soal lingkungan, daya dukung lingkungan pasti menurun, dan ini mengancam kehidupan warga Jakarta,” ujar Senator Jakarta, Fahira Idris, di Komplek Parlemen, Senayan Jakarta (22/6).

Wakil Ketua Komite III DPD RI itu mengungkapkan, 40 persen Jakarta dataran rendah dan ketinggiannya berada di bawah muka air laut pasang. Aliran dari 13 sungai di dalam kota juga menambah ancaman Jakarta dari terkena bencana ekologis.

“Jadi ke depan, pembangunan bukan hanya soal izin, tetapi kalau mengakibatkan berkurangnya daerah resapan air, menyusutnya area terbuka hijau, kerusakan saluran air dan perairan pantai, terjadi eksploitasi air bawah tanah yang mengakibatkan turunnnya permukaan tanah, apalagi berdiri di atas daerah resapan, harus dihentikan. Kenapa daya dukung lingkungan di Jakarta terus menurun? Karena soal dampak lingkungan kita nomor duakan,” ujar Fahira.

Menurut Fahira, ancaman bencana ekologis akibat pembangunan yang tidak terkendali, tidak hanya di Jakarta. Satu penyebab utamanya adalah ekspansi properti yang mengabaikan dampak lingkungan dan ini sudah berlangsung selama puluhan tahun.

“Jadi apa yang terjadi di Jakarta saat ini adalah ‘saham’ kita semua dan sudah saatnya dihentikan. Tidak ada pilihan, pembangunan Jakarta harus bervisi lingkungan. Siapa saja yang memimpin Jakarta nanti harus menjadikan parameter lingkungan sebagai saringan awal pembangunan dan mewarisi kebijakannya ini kepada penggantinya sehingga kita tidak lagi saling menyalahkan,” ujarnya.

Sudah saatnya pembangunan di Jakarta dievaluasi ulang dan dikendalikan. Sebanyak apapun manfaat ekonomi sebuah proyek pembangunan, tetap harus mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan hidup. Pemprov harus bisa menahan laju pertumbuhan properti yang mengevaluasi dampak lingkungan yang disebabkannya. Terlebih pembangunan properti yang memaksa menimbun laut menjadi daratan seperti yang terjadi di Teluk Jakarta.

“Bagi saya, reklamasi Teluk Jakarta, perspektifnya lebih luas, bukan hanya sekedar pelanggaran izin saja, tetapi yang lebih mendasar itu ancaman kerusakan lingkungan hidup yang disebabkannya. Ke depan, hal-hal seperti ini tidak akan terjadi jika visi lingkungan dikedepankan."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement