Senin 20 Jun 2016 13:05 WIB

Agar Bonus Demografi tak Jadi Bencana

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Esthi Maharani
Demografi Penduduk (ilustrasi)
Foto: Antara
Demografi Penduduk (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Dunia memprediksi Indonesia bakal menjadi negara terbesar ketujuh di dunia pada 2030. Hal ini karena pada 2030 Indonesia akan memiliki bonus demografi yang 70 persen penduduknya berada di usia profuktif. Terlebih, Indonesia juga memiliki sumber daya alam yang melimpah.

Namun, prediksi positif tersebut justru membuat Presiden Direktur Euro Management Indonesia Bimo Sasongko khawatir. Dia mengatakan, prediksi yang dibuat 'bangsa Barat' tentang Indonesia biasanya benar. Namun, jika itu terbukti, alih-alih menjadi negara makmur, Indonesia justru bisa menjadi negara terbelakang jika mayoritas sumber daya manusianya berpendidikan rendah dan tak memiliki keahlian.

"Jangan sampai kita punya bonus demografi tapi SDM-nya tidak berkualitas," kata Bimo ketika berbincang dengan Republika, Ahad (19/6).

Dia berpendapat, pemerintah harusnya mulai fokus menyiapkan generasi muda agar dapat menguasai ilmu pengetahuan yang akan dibutuhkan bangsa ini ke depan. Bimo mencontohkan, saat ini pemerintah tengah membangun sejumlah infrastruktur seperti Mass Rapid Transit (MRT), Light Rail Train (LRT) dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Namun, ketika proyek-proyek hasil kerjasama dengan asing itu selesai dibangun, Bimo khawatir belum ada SDM Indonesia yang memiliki kemampuan untuk mengelolanya. Oleh karenanya, dia berharap pemerintah ke depan tak hanya getol menggenjot pembangunan infrastruktur, tapi juga sambil menyiapkan SDM-nya.

Menurut Bimo, cara paling tepat untuk menyiapkan SDM yaitu dengan mengirimkan sebanyak-banyaknya mahasiswa Indonesia untuk belajar di pusat teknologi dan peradaban dunia saat ini, yakni Amerika Serikat, Eropa dan Jepang. Dari pengamatannya pada data statistik yang ada, Bimo menyebut jumlah mahasiswa Indonesia di luar negeri sangat sedikit jika dibandingkan dengan negara-negara Asia lain.

Misalnya saja Korea Selatan saat ini memiliki 130 ribu mahasiswa yang menuntut ilmu di luar negeri. Sementara jumlah mahasiswa Indonesia di luar negeri hanya 60 ribu. Padahal, jumlah penduduk Indonesia hampir sembilan kali lipat banyaknya dari negeri ginseng tersebut.

Menurut Bimo, negara-negara lain seperti Cina, India dan Malaysia sudah sadar betul pentingnya menyiapkan SDM yang berkualitas. Karenanya, pemerintah mereka pun getol memfasilitasi generasi muda agar bisa 'mencuri' ilmu dari negara-negara maju.

"Coba perhatikan siapa yang paling banyak menikmati pendidikan gratis di Jerman? Itu Cina. Ada satu juta mahasiswa Cina di luar negeri," ujar dia.

Bimo mengaku tak setuju dengan pendapat yang menyatakan belajar di Indonesia dan luar negeri sama saja. Memang, kata dia, pelajaran yang diajarkan di universitas tak berbeda. Namun, dengan belajar di negeri maju, mahasiswa sekaligus dapat berinteraksi dengan para ilmuan ternama, mempelajari etos kerja, budaya belajar dan cara berpikir kreatif mereka yang tak akan ditemui jika hanya berkutat di dalam negeri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement