Kamis 16 Jun 2016 20:31 WIB

Orang Tua, Garda Terdepan Pendidikan Anak

Pendidikan anak (ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pendidikan anak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA  – Kasus guru dilaporkan orang tua murid lantaran bertindak kurang menyenangkan terhadap anak didik semakin mencuat dalam beberapa waktu terakhir. 

Seorang guru di Matraman, Jakarta, misalnya dilaporkan ke kepolisian orang tua siswa baru-baru ini. Ia diadukan karena mencubit seorang murid yang dianggap ribut di kelas.  Guru menilai siswa itu sudah ditegur, tapi tidak mendengarkan. 

Di Bantaeng, Sulawesi Selatan,  Guru SMPN 1 Bantaeng harus merasakan getirnya penjara polisi. Ia dipenjara karena diadukan oleh orang tua siswa yang tak suka anaknya dicubit.  

Di Sinjai, Guru sukarela SMA Negeri 2 Sinjai Selatan, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan diadukan oleh orang tua murid yang tak suka anaknya terluka di bagian tangan. Siswa itu terluka ketika sang guru ingin memotong rambutnya. Padahal, pihak sekolah sebelumnya telah berulangkali meminta agar rambut murid itu dipotong karena tak sesuai standar.  

Pemerhati Pendidikan Doni Koesoema mengatakan, kasus dilaporkannya guru menunjukkan gejala renggangnya hubungan antara sekolah dan orang tua murid. Muncul ketidakpercayaan orang tua terhadap sekolah. “Ini terjadi karena komunikasi kurang baik antara orang tua murid dan sekolah,” ujarnya kepada Republika.co.id,  kemarin.

Seharusnya, kata dia, kedua pihak mengedepankan musyawarah mufakat jika ada persoalan.  Kalau ada salah dari pihak guru dievaluasi mana yang harus diperbaiki.  Begitupun jika orang tua kurang mengerti, diberitahu dengan baik oleh pihak sekolah. “Jadi musyawarah mufakat benar-benar ditekankan,” ujarnya. 

Ia pun tak menampik renggangnya hubungan itu salah satunya lantaran konsep orang tua yang salah. Ia melihat sebagian orang tua hanya menjadikan sekolah sebagai tempat penitipan anak. Gejala itu, kata dia, semakin meningkat saat ini.   “Di sekolah saya sejak awal kami tekankan ke orang tua harus terlibat aktif. Kalau tidak mau cari sekolah lain saja,” katanya.  “Jangan mau enaknya saja, giliran ada yang kurang enak disalahkan ke pihak sekolah.”

Manajer Penelitan dan Pengembangan Sekolah Alam Tangerang yang juga aktivis pendidikan Asih Setiawuri mengatakan, pendidikan anak sendiri sesungguhnya merupakan tanggung jawab orang tua. Sekolah dalam hal ini guru sebagai pendidik hanya membantu orang tua dalam mendidik anak-anak.

 

Saat memasukkan anaknya ke sekolah, kata dia, pada dasarnya adalah bentuk akad kerja sama orang tua kepada sekolah sebagai mitra. Fungsi ini harus benar-benar dipahami sehingga sinergi antara sekolah dengan rumah bisa menciptakan suasana yang positif dalam mendidik anak. Dengan konsep ini sekolah bukan sekadar menjadi tempat penitipan anak seperti  banyak terjadi saat ini. 

“Sekolah sebagai sebuah institusi memiliki kewajiban mendidik, namun sekolah juga harus menyadari bahwa pendidik utama adalah orang tuanya,” kata Asih.

Lemahnya pemantauan dan keterlibatan orang tua terhadap pendidikan anak memberikan sejumlah ekses negatif.  Di antaranya kenakalan anak, keengganan siswa untuk belajar hingga tawuran pelajar.

Pada tahun lalu, jumlah kasus tawuran mengalami kenaikan dari 46 pada 2014 menjadi 103 kasus pada 2015.  Lemahnya keterlibatan ini juga bisa memicu banyaknya pengaduan guru terhadap orang tua murid.

Asih menilai  komunikasi antara sekolah dalam hal ini guru dengan orang tua harus berjalan intensif bukan hanya satu kali dalam satu semester yaitu saat pembagian rapor. Biasanya, kata dia, pola asuh rumah yang tidak kondusif menjadi penyebab permasalahan perkembangan bagi anak-anak. Untuk itu, penguatan peran keluarga dalam mendidik anak sangat diperlukan. 

Mencegah kekerasan

Sanusi, salah satu orang tua murid yang juga ketua Komunitas Nyak Babe Idep mengatakan, orang tua merupakan ujung tombak pendidikan anak. Orang tua yang mengerti  segala kemampuan anak baik itu dari sisi kognisi, afeksi maupun psikomotorik.   “Orang tua yang menentukan anak masuk sekolah di mana, tentu dengan melihat potensi diri sang anak,” ujarnya yang juga akrab dipanggil Abah Athira.

Menurut Sanusi, jika orang tua sejak awal mengerti potensi itu dan melakukan komunikasi baik dengan pihak sekolah maka kenakalan anak atau kasus guru dilaporkan orang tua akan bisa dicegah. 

“Sesuai dengan ajaran Islam, orang tua merupakan teladan terbaik dan sudah seharusnya kita menjadikan teladan itu,” ujar bapak dua orang anak ini.

Abah Athira aktif di Komunitas Nyak Babe Idep di Kota Tangerang. Komunitas orang tua ini dibentuk untuk mendorong hubungan harmonis antara pihak sekolah dan orang tua murid.

Dalam kesempatan terpisah, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengatakan, orang tua menjadi penentu sukses tidaknya anak. Namun kerap orang tua tak siap jika berbicara tentang pendidikan anaknya.  "Pendidikan haruslah menyenangkan, belajar adalah proses kegembiraan," ujar Anies.

Ia meminta agar orang tua siswa menjalin hubungan lebih dekat dengan para tenaga pendidik. Tujuannya agar mereka mampu mengetahui perkembangan anaknya selama di sekolah. Anies meminta para orang tua murid mau menemui kepala sekolah anaknya, guru, dan mengenali lebih dekat wali kelasnya.

Di momen yang lain, Anies juga menyarankan orang tua murid tak mengadukan guru ke polisi karena urusan sepele. Persoalan itu sebaiknya diselesaikan dengan sekolah. Sebaliknya, Anies juga meminta guru lebih kreatif dalam memberikan hukuman anak, tidak bisa asal mencubit karena kondisi zamannya sudah berbeda. Kementeriannya saat ini sedang menyusun pedoman guru untuk mendisiplinkan siswa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement