Selasa 14 Jun 2016 10:00 WIB

MPR: Pembatasan Perda Bisa Picu Kontroversi

Sosialisasi Empat Pilar: Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika di Graha Swadaya RW 01, Kelurahan Tembok Dukuh, Bubutan, Surabaya, Sabtu (11/6)
Foto: IST
Sosialisasi Empat Pilar: Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika di Graha Swadaya RW 01, Kelurahan Tembok Dukuh, Bubutan, Surabaya, Sabtu (11/6)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Pemerintah mengungkapkan telah membatalkan lebih dari tiga ribu Peraturan Daerah (Perda). Perda-perda tersebut dinilai sebagai salah satu penghambat pembangunan ekonomi. 

Menurut anggota FPKS MPR RI Sigit Sosiantomo, alasan pembatalan perda-perda yang dikemukakan pemerintah dapat memicu kontroversi. Sebab seharusnya, menurut dia, pembatalan perda dilakukan dengan mempertimbangkan Pancasila dan UUD NRI 1945 sebagai parameter.

"Pembatalan itu dilakukan seharusnya apakah perda tersebut sesuai Pancasila dan UUD NRI 1945 atau tidak. Bukan semata karena dianggap menghambat pembangunan. Pembangunan yang bagaimana," ujar Sigit dalam Sosialisasi Empat Pilar: Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika di Graha Swadaya RW 01, Kelurahan Tembok Dukuh, Bubutan, Surabaya, Sabtu (11/6) lalu. 

Dalam kegiatan yang dihadiri sekitar 150an warga masyarakat Bubutan tersebut, Sigit menegaskan, nilai-nilai yang dirumuskan dalam Pancasila dan UUD 1945 bertujuan untuk menjaga kedaulatan dan ketahanan Indonesia sebagai bangsa besar. Pancasila dan UUD 1945 menjaga agar pembangunan Indonesia bernafaskan kedaulatan dan keadilan sosial. 

Anggota Komisi V DPR RI ini justru berpendapat, penghapusan perda-perda yang dianggap bermasalah hanya karena menghambat pembangunan, malah akan mendorong proses liberalisasi dalam kehidupan bermasyarakat bangsa Indonesia. 

"Karena itu baiknya pemerintah menjelaskan perda-perda apa saja yang dihapuskan, kenapa dihapuskan, dan faktor apa yang membuatnya menjadi penghambat pembangunan," cetus Sigit. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement