Selasa 14 Jun 2016 22:33 WIB

Melawan Bully dengan Prestasi

Autisme (ilustrasi)
Foto:
Autimaze: Anak autis dan ibunya melintas di poster Autimaze dalam kampanye peduli anak autis yang bertema

Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus (PPK-PLK) Kemendikbud menempatkan penyandang autis ke dalam anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan kategori anak dengan kesulitan belajar.

Autis didefinisikan sebagai anak yang terhambat dengan bidang sosialisasi, imajinasi dan komunikasi. Sementara, asperger merupakan salah satu gejala autis dari kemampuan linguistik dan kognitif. Kelainan ini masuk dalam satu gerbong yang sama dengan hiperaktif hingga dyslexia yakni anak dengan ketidakmampuan belajar.

 Kementerian Kesehatan pernah membuat asumsi mengenai berapa jumlah anak autis di Indonesia. Diperkirakan terdapat 112 ribu anak menyandang spektrum autisme pada rentang usia 5-19 tahun. Itu bila diasumsikan dengan pravelensi Autisme 1,68 per 1000 untuk anak di bawah 15 tahun berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010. 

Direktur PPK PLK Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Sri Renani Pantjaastuti menjelaskan, prestasi anak kesulitan belajar tidak bisa dianggap remeh. Banyak anak Autis dengan kemampuan spesifik yang tidak dimiliki anak non-ABK. Mereka berprestasi dari musik hingga melukis. 

Sri menjelaskan, anak autis dapat belajar di sekolah inklusi, sekolah khusus (Sekolah Luar Biasa) dan homeschooling. Meski demikian, dia mengakui rendahnya tingkat partisipasi pendidikan ABK keseluruhan. Berdasarkan data BPS, baru 11 persen dari 1,5 juta ABK anak usia sekolah yang sekolah.

Dia meminta anak autis tak perlu khawatir saat belajar di sekolah. Kurikulum sekolah  akan menyesuaikan kemampuan ABK. Dengan sekolah inklusi, kata Sri, anak-anak non-ABK justru mendapat pendidikan moral. “Mereka belajar untuk berempati,”kata dia. 

Di sisi lain, Sri mengklaim, praktik bullying untuk anak Autis semakin berkurang. Terlebih, kata dia, maraknya advokasi terhadap ABK dari media dan komisi perlindungan anak. 

Psikolog Universitas Indonesia (UI) Andriana Ginanjar meminta orang tua bersabar jika memiliki anak autis. Minat anak autis untuk fokus ke salah satu bidang dapat menjadi modal sebagai bakat yang bisa dikembangkan. Hanya, orang tua harus dapat ‘memancing’ bakat terpendam anak tersebut. “Misalnya dilesin berenang, masak, musik dan sebagainya,”kata dia. 

Hanya, Andriana berharap orang tua tak memaksakan anaknya. Meski dapat fokus kepada bidang tertentu, dia menjelaskan, bukan berarti setiap anak autis dapat berprestasi. "Ada juga yang seumur hidup harus memerlukan bantuan."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement