Selasa 14 Jun 2016 22:33 WIB

Melawan Bully dengan Prestasi

Autisme (ilustrasi)
Foto:
Autisme (ilustrasi)

Siwi Parwati juga punya anak dengan Asperger. Namanya, Rama Dani Syafriyar. Siwi dan Rama kini tinggal di Ungaran, Semarang, Jawa Tengah.  Berbeda dengan Fairuz, Rama (16 tahun) tak pernah homeschooling atau sekolah khusus untuk anak berkebutuhan khusus (ABK). Rama hingga kini masih belajar di sekolah reguler.

Tahun pertama di SMP swasta, Rama tak berhasil naik kelas karena kesulitan dengan bahasa Indonesia. Sejak dua tahun, Rama lebih fasih berbahasa Inggris. Karena itu, Rama selalu belajar di sekolah pengantar bahasa Inggris dan bahasa Indonesia mulai di playgrup. 

Siwi mengetahui putra tunggalnya menyandang asperger saat  selesai mengedit buku karya Theo Peters, Panduan Autisme Terlengkap. Semua ciri autisme di buku itu ada pada Rama. “Waktu itu masalah autisme belum booming seperti sekarang,”kata dia. 

Beragam perilaku Rama kadang membuat lelah ibunya. Rumahnya selalu kotor karena aktivitas Rama. Dari dapur hingga ruang tamu memiliki satu pemandangan. Berantakan. Suatu waktu, pernah Rama lolos melewati pagar terbuka. Dia lari sejauh-jauhnya tanpa memberi tahu orang lain. Jadilah Siwi panik. Apalagi, anak tunggalnya itu belum bisa berkomunikasi dua arah. Rama cuma berceloteh dengan spontan melihat benda yang dilihatnya. Untungnya Rama kembali ke rumah dengan selamat. 

Demi mendampingi Rama, Siwi memutuskan untuk berhenti total dari pekerjaannya sebagai editor di penerbit ternama. Siwi mengungkapkan, Rama masih suka  diolok-olok di sekolah karena berbeda dengan anak lainnya.

Ada kalanya, kata Siwi, teman lelaki Rama, menyuruhnya untuk  melakukan perilaku tidak pantas kepada teman-teman perempuannya. Tujuannya agar Rama dijadikan bahan tertawaan. “Proses kematangan mental Rama menghadapi berbagai ancaman di dunia reguler masih terus berlangsung,”kata dia.

Siwi yang aktif di komunitas orang tua dengan anak autis menjelaskan, potensi anak autis di-bully lebih besar. Respon anak Autis setelah di-bully berbeda dengan anak nonautistik.

Menurut dia, salah satu ciri penyandang autisme yakni mereka tidak memliki respon biasa terhadap bahaya. Mereka  tak sadar saat diancam. Untuk mengintervensinya, penyandang autisme diberi terapi sehingga dapat merespon tepat terhadap bahaya. 

Pertahanan diri Rama, kata Siwi,  berhasil diasah dengan baik. Pada suatu titik tertentu, Rama bahkan mampu membalas serangan. Hanya, Rama juga mendapat terapi tambahan bahwa membela diri bukan berarti melakukan kekerasan yang sama. 

Berkat didikan Siwi, kepercayaan diri Rama mulai tumbuh. Dia dapat bersaing dengan siswa-siswa nonautistik. Rama bahkan memenangkan kejuaraan Spelling Bee tingkat Kabupaten Semarang, dan masuk 5 besar untuk lomba pidato. Dia pun masuk 10 besar lomba Story Telling di tingkat Kabupaten. Bakat lainnya, Rama menguasai program-program komputer secara otodidak. Rama juga memiliki minat besar di bidang astronomi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement