Jumat 10 Jun 2016 18:25 WIB

IDI Tolak Jadi Eksekutor Kebiri, JK: Pakai Dokter Polisi

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Bayu Hermawan
Wakil Presiden Jusuf Kalla
Foto: Republika/ Wihdan
Wakil Presiden Jusuf Kalla

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak menjadi eksekutor hukuman kebiri dalam kasus kekerasan seksual. Menanggapi hal ini, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan penolakan tersebut merupakan hak IDI.

Namun, pemerintah masih dapat meminta dokter dari kepolisian untuk menjalankan hukuman kebiri terhadap pelaku kekerasan seksual. 

"Hak dialah (dokter) tapi kan ada juga dokter yang bukan IDI, dokter polisi, ya sudah pakai dokter polisi yang ditugaskan saja," katanya di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (10/6).

JK melanjutkan, terlebih tak semua pelaku kekerasan seksual nantinya akan mendapatkan hukuman kebiri. Hukuman kebiri tersebut dijatuhkan kepada pelaku sesuai dengan keputusan hakim.

"Sanksi khusus, tidak semua orang dapat, pertimbangan hati aja mana yang perlu, kan sudah diputuskan memang begitu, kalau memang hakim menentukan itu, iyalah," ujarnya.

Seperti diketahui, IDI meminta agar dokter tidak menjadi eksekutor hukuman kebiri dari Perppu Nomor 1 Tahun 2016. Penolakan IDI berdasarkan fatwa Majelis Kehormatan dan Etik Kedokteran (MKEK) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Kebiri Kimia dan juga didasarkan pada Sumpah Dokter serta Kode Etik Kodekteran Indonesia (Kodeki).

Sementara itu, Jaksa Agung M Prasetyo juga tidak mempermasalahkan penolakan IDI untuk menjadi eksekutor hukuman kebiri. Sebab, peraturan tambahan tersebut sudah disahkan Presiden dan sudah dikoordinasikan dengan menteri Kesehatan.

Prasetyo juga mengatakan tidak semua dokter mengelak dengan hukuman tambahan bagi pelaku tindak kejahatan seksual tersebut. Selain itu menurutnya menteri kesehatan juga sudah mengetahui bahwa hukuman tersebut memang sudah mendesak untuk segera dilaksanakan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement